Kata Pengantar Kuratorial Tapak Merdeka
HATIPENA.COM – Ada sesuatu yang sangat manusiawi dalam cara Kembang Sepatu memandang dunia. Sederhana, tapi tidak pernah dangkal. Ia mengajak kita menunduk, menatap ke bawah, ke arah sesuatu yang sering terabaikan: sandal jepit.
Dari benda remeh itu, ia merangkai kisah besar tentang perjalanan, keteguhan, dan kebebasan.
Dalam setiap karya, sandal jepit menjelma menjadi simbol perjalanan hidup yang tidak selalu mulus. Retak-retak pada solnya seperti peta kehidupan. Menandai persimpangan antara harapan dan kenyataan, antara individu dan masyarakat, antara tubuh dan tanah yang dipijaknya.
Kembang Sepatu mengubah keseharian menjadi renungan. Ia menafsirkan kembali makna “merdeka” bukan sebagai kebesaran slogan, melainkan sebagai keberanian untuk terus melangkah, meski pelan, meski sepi, meski terluka.
“Tapak Merdeka” adalah pameran yang berbicara dengan bahasa tubuh, dengan jejak, langkah, dan sisa-sisa perjalanan yang menjadi cermin bagi perjalanan bangsa.
Karya-karya yang ia buat bukan hanya tentang dirinya, tapi tentang kita, tentang Indonesia yang selalu berproses, yang terus mencari keseimbangan antara mimpi dan realitas.
Dalam tangan Kembang Sepatu, sandal jepit menjadi puisi visual tentang kebebasan yang bersahaja. Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati bukan tentang sampai di tujuan, tapi tentang keberanian untuk terus melangkah, setapak demi setapak.
Sandal Jepit: Simbol Kesederhanaan dan Perlawanan
Bagi Kembang Sepatu, sandal jepit adalah representasi paling jujur dari masyarakat Indonesia.Tangguh, fleksibel, dan terbiasa berjalan menapaki kerasnya realitas. Ia adalah simbol rakyat kecil: sederhana, kadang diremehkan, tapi justru paling dekat dengan tanah, dengan kenyataan.
Melalui bentuk-bentuk visual yang memadukan objek nyata, lukisan, instalasi, dan teks, Kembang Sepatu menghidupkan sandal jepit sebagai metafora eksistensial. Ia berbicara tentang perjalanan hidup yang tak selalu mulus, tentang luka yang ditinggalkan oleh langkah panjang, dan tentang keteguhan untuk tetap melangkah betapapun keras jalan yang ditempuh.
Jejak Personal, Cermin Sosial
Setiap karya dalam Tapak Merdeka bersumber dari pengalaman personal sang seniman: pengalaman tentang keberanian, kehilangan, pencarian, cinta dan pertemuan dengan situasi sosial yang sering kali timpang. Namun di balik kisah pribadi itu, kita menemukan refleksi yang lebih luas — tentang politik tubuh, relasi gender, pergeseran budaya, dan cara masyarakat memaknai “kemerdekaan”.
Kembang Sepatu menggunakan bahasa visual yang intuitif dan simbolik: sandal jepit yang terbalik, putus, koyak, atau berjejer di ruang sunyi — semua menjadi penanda tentang dinamika masyarakat yang terus bergerak antara harapan dan kenyataan.
Dalam perjalanan itu, Tapak Merdeka menjadi ruang renung: bahwa kemerdekaan bukan hanya milik bangsa, tapi juga milik setiap individu yang berani melangkah dengan pijakan sendiri.
Kemerdekaan yang Sederhana dan Nyata
Melalui pameran ini, Kembang Sepatu tidak mengagungkan gagasan kemerdekaan yang megah dan retoris. Ia justru menghadirkannya dalam bentuk yang paling dekat dan konkret — sepasang sandal jepit yang menapak jalan berlumpur, menyentuh tanah, menyerap panas, dan menanggung beban langkah.
Kemerdekaan, bagi sang seniman, adalah keberanian untuk terus berjalan meski alasnya tipis; untuk tetap menapak meski jalan kadang penuh batu; untuk merawat diri dan tetap manusiawi di tengah sistem yang kerap melukai.
Tapak yang Tak Pernah Selesai
Tapak Merdeka adalah catatan visual tentang perjalanan. Sebuah napak tilas antara ruang batin dan ruang sosial. Melalui metafora sandal jepit, Kembang Sepatu menegaskan bahwa kemerdekaan tidak pernah selesai. Merdeka berarti terus bergerak, berganti bentuk, dan meninggalkan jejak di setiap langkah kehidupan manusia Indonesia.
Dan dari setiap tapak itulah, seni lahir, bukan untuk menandai akhir tetapi untuk mengingatkan bahwa kita masih terus berjalan. (*)