HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Ahmadun Yosi Herfanda : Kita Terkesan Takut Mengaitkan Sastra dengan Ideologi

October 4, 2025 14:29
IMG-20251004-WA0070

Peluncuran Buku Antologi Puisi Manifesto Jabodetabek

Jakarta, Hatipena – Akhir-akhir ini kita terkesan takut mengaitkan sastra dengan ideologi -apalagi ideologi politik-karena politik kita nyaris tanpa ideologi selain kekuasaan.

“Agar aman, kita persempit pembicaraan ini ke dalam ideologi kesusasteraan yakni teori, paham, atau tujuan terpadu yang terkandung di dalam teks-teks kesusasteraan baik puisi maupun prosa,” ujar Ahmadun Yosi Herfanda, Penyair dan Sastrawan.

Hal itu dikatakannya ketika tampil sebagai nara sumber diskusi peluncuran buku antologi puisi bersama MANIFESTO JABODETABEK bersama Kritikus Sastra Maman S Mahayana diselenggarakan oleh Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) bertemakan “Penyair Membaca 80 Tahun Indonesia Merdeka” berlangsung di Aula Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB.Jassin, Lantai 4, Gedung Panjang Ali Sadikin, Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Minggu siang (28/9/2025).

Ikut hadir para penyair dan sastrawan besar Indonesia seperti Sutardji Calzoum Bachri, Puang Aspar Paturusi dan istri, Isbedi Setiawan Z.S., Jose Rizal Manua, Taufik Rahzen, Saut Poltak Tambunan, Ewith Bahar, Kurnia Effendi, Halimah Munawir Anwar, Linda Djalil, Imam Maarif, Pulo Lasman Simanjuntak, Nanang Ribut Supriyatin, Yahya Andi Saputra, Guntoro Sulung II, Giyanto Subagio, Emi Suy, Nunung Noor El Niel, Nurhayati, Nuyang Jaimee, Rissa Churria, Wawan Hamzah Arfan, Heryus Saputro, Adri Darmadji Woko, Mustari Irawan, Budi Setywan, Alex R Nainggolan, dan masih banyak lagi.

Menurut Ahmadun Yosi Herfanda-mantan Redaktur Sastra Harian Umum Republika- definisi tersebut merujuk pada penjelasan ideologi Prancis Antoine Destutt de Tracy dalam buku “L’ideologi Rationnalle”.

“Tracy menciptakan istilah ideologi guna menunjukkan suatu ilmu baru yang meneliti ide-ide manusia asal mulanya,sifat-sifatnya, serta hukum-hukumnya ” katanya.

Menyinggung tentang buku antologi puisi bersama MANIFESTO JABODETABEK akan mengingatkan kita pada kata-kata Bung Karno “jangan melupakan sejarah” atau “jas merah”.Sejarah memang tidak boleh dilupakan, orang yang tidak tahu sejarah akan cenderung sembrono dan mengulang-ulang kesalahan serupa.

“Sepertinya sejalan dengan kesadaran di atas, antologi puisi MANIFESTO JABODETABEK menurut pemrakarsanya Octavianus Masheka merupakan sebuah deklarasi imajinatif yang berisi pandangan, serta cita-cita penyair fan bagaimana penyair itu mewujudkannya dalam perilaku bersastra, berekspresi, mencipta puisi dan berbicara sastra,” ucapnya.

Bagaimana pun puisi adalah ekspresi pikiran dan perasaan dalam.pola-pola yang puitis baik yang metaforik maupun yang simbolik.

Dalam ekspresi itu, sejarah, masa lalu penyair akan turut terekspresikan kepada publik, setidaknya akan ikut mewarnai puisi mereka.

Bagaimanakah para penyair MANIFESTO JABODETABEK menyiasati kesadaran sejarah kesadaran pada peristiwa masa lalu, dan pengaruhnya pada masa kini.

“Apakah karya-karya mereka sejalan dengan estetika humanisme universal atau ada yang terjebak.pada estetika realisme sosialis atau sekedar menunjukkan empati pada keadaan masyarakat dengan gaya realisme sosial atau terjerembab pada estetika yang tidak bertuan atau tidak bernama.karena tidak dapat dirujukkan ke ideologi kesastraan manapun,” pungkasnya.(*)

Kontributor : Lasman Simanjuntak