HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Mengemuka, Usulan Pemkab Gowa Buat Perda Tradisi dan Sastra Lisan Berbahasa Makassar

August 24, 2025 09:11
IMG-20250824-WA0058

Gowa, Hatipena – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa dan DPRD Kabupaten Gowa didesak membuat Peraturan Daerah (Perda) sebagai upaya pelindungan, pelestarian serta pemajuan tradisi dan sastra lisan berbahasa Makassar.

Usulan ini mengemuka dalam kegiatan “Workshop Tradisi Lisan: Strategi Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan Berbasis Pendidikan Karakter di Era Digital”, yang diadakan di Saung Rewako, Desa Jeknetallasa, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sabtu (23/8/2025).

Regulasi dalam bentuk Perda ini penting mengingat tradisi dan sastra lisan Makassar itu merupakan identitas budaya lokal yang sarat makna. Selain berisi nasihat, filosofi, kearifan dan nilai moral juga mengandung doa-doa.

Ada ilmu pengetahuan, gambaran sosial, aspek spiritual, dan kultural yang perlu didokumentasikan dan didigitalisasi. Bahkan perlu diadakan festival dan pertunjukan untuk menghidupkan aneka tradisi dan sastra lisan berbahasa Makassar ini.

“Kita orang Makassar ini kaya dengan tradisi dan sastra lisan. Sayangnya, kurang diminati oleh generasi muda kita,” jelas Yahya Syamsuddin, S.Th.I, M.Ag penggiat kampung seni Paropo.

Yahya kemudian menguraikan macam-macam tradisi dan sastra lisan itu. Antara lain rupama (dongeng), kelong, teater kondo buleng, sinrilik, kacaping, royong, ganrang bulo, pepe-pepeka ri makka, toeng, dan aru. Ada pula dondo, baca-baca, pagakgara, pakkio bunting, sikkiri, barasanji, doangang, dan gambus.

Saat menyampaikan materi “Seni Pertunjukan Rakyat Masa Kini”, Yahya tak hanya mengulasnya tetapi juga mendendangkannya secara merdu.

Tantangan menghidupkan tradisi dan sastra lisan ini, kata Yahya, adalah bagaimana memahami teks atau syairnya, cara melantunkannya, dan konteks kapan tradisi itu dipertunjukkan.

Aru atau angngaru misalnya, dianggap tidak cocok ditampilkan dalam acara pernikahan. Apalagi dalam beberapa kasus sudah memakan korban.

“Sulit kita bisa menghidupkan tradisi dan sastra lisan berbahasa Makassar bila tidak bisa bercakap-cakap dan memahami bahasanya,” kata Dr Azis Nojeng, S.Pd, M.Pd akademisi FPBS UNM.

Nojeng yang dikenal pula sebagai penyiar Radio Gamasi FM dan pemain teater itu, menambahkan bahwa tradisi lisan berbahasa Makassar itu indah dan puitis.

Tradisi lisan itu, kata dia, disebut warisan budaya tak benda karena yang mau diwariskan bukan fisik bendanya. Melainkan pengetahuan, kearifan, dan nilai-nilainya.

Saat menyampaikan materi “Komodifikasi Tradisi Lisan ke Ranah Digital”, Nojeng menegaskan bahwa tradisi kita tak harus dipertentangkan dengan agama. Sebab ada banyak nilai agama di dalam tradisi itu, dan sekaligus bisa dijadikan sebagai sarana menyampaikan nilai-nilai agama.

Agar tradisi lisan tidak terpinggirkan oleh arus besar globalisasi, katanya, maka perlu segera didokumentasikan dalam bentuk teks, foto dan video, serta didigitalisasi.

Nojeng yang mengangkat royong dalam disertasinya, mengungkapkan bahwa tradisi dan sastra lisan itu punya muatan pendidikan karakter. Dahulu dipraktikkan oleh orang tua ketika menidurkan anak, yang diberi nasihat dan doa-doa tetapi dengan cara didendangkan.

Tradisi lisan ini termasuk salah satu objek pemajuan kebudayaan, menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Selain tradisi lisan, ada pula manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Rusdin Tompo, pegiat literasi dan Koordinator Satupena Sulawesi Selatan, menjadi moderator kegiatan yang dilakukan di kawasan wisata dengan pemandangan hamparan sawah itu. Sebagai legal drafter Perda Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Literasi Aksara Lontaraq, Bahasa, dan Sastra Daerah, dia menyambut positif usulan pembuatan Perda terkait tradisi dan sastra lisan berbahasa Makassar.

Musa, S.Kom, MM akademisi LP3I, ketika menyampaikan materi “Menghidupkan Tradisi Lisan di Era Artificial Intelligence” mengatakan bahwa kemajuan teknologi bisa membantu proses kreativitas dan produktivitas kita.

“Perlu kolaborasi antara pelaku seni budaya dengan content creator untuk menghidupkan tradisi dan sastra lisan kita di jagat maya,” saran praktisi IT itu.

Musa juga menyarankan agar pelestarian dan pemajuan tradisi dan sastra lisan itu dilakukan melalui penerapan kurikulum pada lembaga pendidikan. Juga melalui dukungan komunitas, dan pembiasaan dalam keluarga.

Workshop

Peserta workshop ini cukup beragam, mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, pustakawan, penggiat literasi, juga seniman, dan staf dari instansi pemerintah Kabupaten Gowa.

Ada banyak usulan mengemuka dalam workshop. Selain mendorong lahirnya Perda, peserta juga mengusulkan dibuatkan komik dan animasi bagi kalangan anak-anak, penulisan karya sastra berupa cerpen dan novel, serta pembuatan film dokumenter.

Kegiatan workshop yang berlangsung selama 3 hari (22-24 Agustus 2025) ini diadakan oleh Yayasan Kebudayaan Aruna Ikatuo Indonesia.

Ketua Yayasan Kebudayaan Aruna Ikatuo Indonesia, Dr Sumarlin Rengko HR, SS, M.Hum mengatakan workshop tradisi lisan ini merupakan bagian dari program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan (FPK) 2025 Balai Pemajuaan Kebudayaan Wilayah XIX Kementerian Kebudayaan RI. (*)