Oleh: Anies Septivirawan *)
HATIPENA.COM – Aktivitas menulis adalah aktivitas yang mudah dilakukan oleh siapa saja, namun bisa juga menjadi sebuah aktivitas yang sulit bagi mereka yang tidak dikaruniai bakat dari tuhan sejak lahir.
Mereka yang dikaruniai bakat menulis (fiksi dan non-fiksi) oleh tuhan sejak ia lahir, pasti mereka akan menyambut kehadiran bakat itu dengan penuh suka cita, juga cinta.
Mereka juga akan menganggap kehadiran sang bakat itu adalah teman dekat, atau bahkan sang”kekasih” . Bakat atau yang mungkin dalam bahasa Inggris adalah hoby itu pasti akan mereka rawat dalam ruang tekad.
Mereka bertekad dan berjanji akan memuliakan bakat itu yang suatu saat pasti si bakat juga akan memuliakan mereka, sang “kekasih” bakat.
Namun, untuk merawat dan menumbuhkembangkan bakat yang telah menempel pada batin, hati dan jiwa mereka, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Mereka butuh kedisiplinan, butuh keberlangsungan untuk mengembangkan bakat menulis menjadi sebuah profesi bagi masa depan yang akan memberikan profit (keuntungan) bagi mereka.
Dan bagi mereka yang telah berhasil mengembangkan karunia bakat menulis dari tuhan, urusan menulis adalah urusan mudah, semudah menghela nafas, semudah menghirup udara kemudian menghembuskannya, semudah mengeluarkan angin atau ngentut lalu gas berbau tidak sedap itu menari-nari di udara.
Mereka yang sudah akrab dan intim dengan bakat menulis, pastilah di dalam ruang batin, hati dan jiwa mereka selalu dirasuki racun yang bernama kegelisahan.
Kemudian ada upaya untuk mengusir rasa tidak nyaman itu. Ada rencana untuk menabuh genderang perang, demi memusnahkan segerombolan kekecewaan yang menjelma kegelisahan mereka dengan cara menulis.
Syahdan, di sela-sela kecamuk perang antara kegelisahan yang menghimpit hati dengan bakat itu, mereka dihampiri bala bantuan yang bernama inspirasi. Inspirasi itu mendobrak keras atas monster – monster mengerikan yang berjalan seperti barisan zombie berlumuran darah di film – film besutan Hollywood.
Barisan zombie berlumuran darah nan bertaring jelmaan kegelisahan hati itupun terkapar menggelepar di atas tanah kering kerontang, nyaris ditelan bumi gersang,
Mereka, sang pemilik bakat menulis pun mulai dihinggapi kemudahan – kemudahan untuk menuangkan ide – ide, pendapat atau opininya dalam kemasan tulisan apa saja. Semuanya menjadi mudah, semudah bernafas , semudah mengeluarkan gas berbau tidak sedap atau yang lazim disebut kentut. (*)
*) Penikmat tulisan seni sastra dan budaya. Gemar menulis puisi sejak 1995. Bergabung dengan Himpunan Penulis Penyair dan Pengarang Nusantara (HP3N) Kota Batu dan Satupena Jawa Timur.