HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Locomotive Lampung 2025: Antara Perayaan dan Isu Hak Cipta

September 20, 2025 13:58
IMG-20250920-WA0036(1)

Bandar Lampung, Hatipena — Festival musik Locomotive Lampung 2025 yang digelar untuk merayakan 80 tahun PT Kereta Api Indonesia (KAI) dibayangi isu hak cipta. Lagu daerah Sang Bumi Ruwa Jurai karya Syaiful Anwar disebut telah diputar KAI Lampung di Stasiun Tanjung Karang dan perlintasan kereta selama lima tahun tanpa kejelasan izin maupun pembayaran royalti.

Musisi sekaligus Sekretaris Dewan Kesenian Lampung Bagus S Pribadi menegaskan, lagu tersebut adalah simbol persatuan masyarakat Lampung dan penggunaannya harus menghormati hak pencipta.

“Jika benar tanpa izin atau pembayaran royalti, ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran performing rights,” ujar Bagus yang akrab disapa Aviep.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan PP Nomor 56 Tahun 2021, setiap pemutaran lagu di ruang publik wajib melalui izin resmi serta pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Hingga kini, belum ada catatan publik mengenai tuntutan hukum atau pembayaran royalti dari KAI terkait penggunaan lagu tersebut.

Aviep menilai festival ini seharusnya menjadi momentum introspeksi. Ia menyarankan KAI memverifikasi pemegang hak cipta, membayar royalti sesuai aturan, hingga memberikan apresiasi terbuka kepada pencipta atau ahli waris. Pelatihan internal soal hukum hak cipta juga dinilai penting agar kasus serupa tidak terulang.

Sebelumnya, KAI juga menghentikan sementara pemutaran lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki di Stasiun Tugu dan Lempuyangan, serta Bengawan Solo di Stasiun Solo Balapan, hingga administrasi izin rampung. Langkah ini dilakukan agar seluruh penggunaan lagu di area publik sesuai hukum yang berlaku.

Publik berharap, setelah prosedur selesai, lagu-lagu khas Nusantara dapat kembali diputar di stasiun tanpa menimbulkan kontroversi. (*)