Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Puisi Lasman Simanjuntak dan Setiyo Bardono Diperdanakan di Skotlandia

February 26, 2025 20:24
IMG-20250224-WA0100

Kontributor : Lasman Simanjuntak

JAKARTA, HATIPENA – Karya sastra Indonesia kini makin mengokohkan eksistensinya di dunia musik klasik sebagai sumber inspirasi serta bahan penelitian artistik yang tiada habisnya.

Skotlandia pun tidak ketinggalan.
Zoe Hong Yee Huay, seorang mezzo-soprano Malaysia yang akan menyelesaikan kuliah Master of Music di Royal Conservatoire of Scotland (RCS), Glasgow akan mempersembahkan resital tembang puitik atau art song untuk gelar S-2-nya tanggal 20 Maret mendatang.

Resital Zoe Hong yang akan diadakan di Ledger Recital Room di RCS mulai pukul 15.30 sore terbuka dan gratis untuk umum, sebagai program pendidikan dan pemahaman kebudayaan dunia bagi para mahasiswa RCS.

Siapa pun bisa hadir tanpa reservasi, hanya membawa kartu identitas untuk keamanan memasuki komplek konservatorium yang beralamat di 100 Renfrew Street.

Bahan penelitian untuk tesisnya adalah tentang perkembangan genre tembang puitik di Asia Tenggara.

Salah satu komponis objek penelitiannya adalah Ananda Sukarlan, salah satu tokoh Tembang Puitik paling terkemuka di Asia.

Ananda Sukarlan diakui dunia telah memapankan hubungan sastra Indonesia dengan teknik musik klasik “Barat” dan membuktikan bahwa bahasa Indonesia memiliki “roh” yang dapat melahirkan karakter musik klasik yang unik dan berbeda dengan tembang puitik yang telah tercipta dari bahasa Jerman, Inggris dan lain-lain oleh komponis seperti Franz Schubert, Sir Michael Tippett atau Aaron Copland.

Untuk konsernya yang juga merupakan ujian akhirnya, Zoe Hong membawakan tembang puitik sebagai berikut:

  • Kundiman Ng Luha – Nicanor Abelardo (komponis Filipina 1893 – 1934)
  • ⁠Soto Ibu – Ananda Sukarlan (dari puisi Setiyo Bardono)
  • Meditasi Batu – Ananda Sukarlan (dari puisi Pulo Lasman Simanjuntak)
  • ⁠When we two parted – Wong Chee Yean
  • ⁠Kehilangan – Wong Chee Wei

Kedua komponis terakhir adalah dari Malaysia, negara kelahiran Zoe Hong Yee Huay.

Zoe Hong meneliti belasan tembang puitik Ananda sebelum akhirnya memutuskan memilih dua judul tersebut untuk konsernya.

Ia mengenal berbagai tembang puitik Ananda sebelumnya, tapi baru menghubungi Ananda setelah diperkenalkan oleh seorang rekannya, soprano Rachel Wong Yong En dari Singapura yang beberapa tahun lalu juga menggunakan musik Ananda Sukarlan untuk riset kelulusannya di Yong Siew Toh National University of Singapore dan mempagelarkan karya-karya Ananda (dapat disimak antara lain “Sonian Menjelang Senja” karya Farick Ziat https://youtu.be/9jShYeJ9KyI?si=cIgQtwznN1keRXbn )

“Saya memilih ‘Soto Ibu’ karena mengandung dua unsur yang sangat penting dalam budaya Asia Tenggara, yaitu keluarga dan makanan. Sedangkan ‘Meditasi Batu’, saya suka simbolisme yang ada di dalamnya, seperti penggambaran kedalaman laut di tangan kiri sang pianis. Dua lagu ini juga kontras secara karakter”, demikian jelas Zoe Hong Yee Huay.

“Kebanyakan tembang puitik Ananda ditulis untuk soprano, register yang lebih tinggi daripada mezzo-soprano. Padahal karakter musik Ananda banyak yang “dark”, baik dari subyeknya maupun warna musiknya,” katanya lagi.

Puisi Dua Penyair

Tentang puisinya “Meditasi Batu”, sang penyair Pulo Lasman Simanjuntak menjelaskan bahwa puisi “Meditasi Batu ” ditulisnya atas satu inspirasi yakni sebuah peristiwa (Februari 2023) ‘akar kepahitan’ yang kembali terulang dalam kehidupan Pulo Lasman Simanjuntak sebagai penyair, pewarta, dan rohaniawan.

“Jadi sangat personal.Peristiwa -nyaris bipolar-tersebut membuat penyesalan begitu mendalam berbulan-bulan lamanya. Terjadi dalam sebuah rumah ibadah tua yang telah ‘diasingkan’ sekian puluh tahun,” ceritanya.

Menurut Bung Lasman- panggilan akrabnya- amarah manusia lama meledak, keras. Sekeras batu karang terjal dan tajam. Sungguh memalukan !

Akhirnya-melalui sajak ini-diambil keputusan mengikuti suara ilahi dan penurutan. Walaupun saat itu masih dalam sebuah perjalanan di padang tandus, kering, dan gersang seperti perjalanan rohani bangsa ibrani.

” Maka harus saya akhiri dengan meditasi batu. Menyendiri di sebuah tanah kekal, tanpa suara, tanpa nyanyian dan pujian. Hanya berdoa dan membaca kitab suci dengan seribu ayat-ayat kudus hapalan, dalam roh dan jiwa. Supaya terbentuk karakter kuat, tegar, dan tak lagi goyah dengan iman berakar, bertumbuh, dan berbuah,” pungkasnya.

Sedangkan Setiyo Bardono menceritakan latar belakang penulisan puisinya.

“Puisi Soto Ibu saya tulis untuk mengungkapkan bahwa sesuatu yang dilakukan atas dasar ketulusan akan membangkitkan rasa yang menyentuh hati. Seperti masakan ibu yang istimewa dan menggugah selera meskipun diolah dari bahan seadanya. Masakan yang selalu kita rindukan saat jauh dengan sosok ibu.Tapi saya membebaskan pembaca untuk menafsirkan hasil pembacaan puisi tersebut,” ceritanya.

Mezzosoprano Zoe Hong Yee Huay memulai perjalanan musiknya di paduan suara saat remaja, yang membawanya untuk meraih Diploma Musik di Malaysian Institute of Art di bawah bimbingan bariton Mak Chi Hoe.

Ia kemudian memperoleh gelar Bachelor of Music (Hons) dalam Voice Performance (Distinction) dari Yong Siew Toh Conservatory of Music, National University of Singapore, belajar dengan tenor Amerika Prof. Alan Bennett.

Saat ini, Zoe sedang mengejar gelar Master of Music dalam Seni Pertunjukan dan Pedagogi di Royal Conservatoire of Scotland, di bawah bimbingan Kathleen McKellar Ferguson.

Di konser ujian akhirnya meraih Master of Music ini, Zoe didampingi oleh pianis Amanda Lee Yun Yee, kelahiran Singapura tahun 2001.

Amanda memulai studi pianonya pada usia empat tahun. Ia belajar dengan Prof. Dr. h. c. Arbo Valdma dan lulus dengan gelar Bachelor of Music (Hons) di Yong Siew Toh Conservatory of Music (YST), Universitas Nasional Singapura (NUS), di bawah bimbingan Dr. Thomas Hecht.

Saat ini ia sedang menempuh pendidikan Master of Music untuk piano performance di Royal Conservatoire of Scotland di bawah bimbingan Prof. Aaron Shorr. Amanda Lee Yun Yee aktif tampil sebagai solois dan pianis kolaboratif di Singapura dan luar negeri.

Ia telah memenangkan berbagai kompetisi internasional dan kini menerima Beasiswa Pascasarjana Royal Conservatoire of Scotland Trust (2024/25), setelah sebelumnya ia juga dianugerahi Fellowship of Trinity College London (FTCL) dalam Resital Piano, dan telah berbagai penghargaan Yong Siew Toh Dean’s List.(*)