Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Mengenal Intan, Guru Besar Termuda

December 31, 2024 06:38
Intan Fitri Meutia (Foto: Dok. Pribadi/ Hatipena)
Intan Fitri Meutia (Foto: Dok. Pribadi/ Hatipena)

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

GEDUNG Serba Guna Universitas Lampung (Unila), Selasa, 31 Desember 2024. Sebuah panggung megah bersiap menyambut perempuan luar biasa, seorang inspirasi hidup, bukti bahwa mimpi bukanlah sekadar bunga tidur. Di usia 39 tahun, Intan Fitri Meutia resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar termuda.

Tiga puluh sembilan tahun. Sebagian dari kita mungkin menghabiskan usia ini masih bergulat dengan quarter-life crisis, bingung antara menyerah atau mencoba lagi. Tapi Intan? Ia memilih menulis takdirnya sendiri, dengan tinta kerja keras, pena keberanian, dan kertas penuh pengabdian.

Perjalanan Intan adalah puisi yang tak hanya indah, tapi juga tajam menusuk hati. Tahun 2012, ia meraih gelar magister di Universitas Indonesia, fokus pada administrasi dan kebijakan publik. Namun, alih-alih berpuas diri, ia mendobrak batas lebih jauh.

Melalui beasiswa LPDP, ia terbang ke Jepang, ke Kanazawa University. Di sana, ia mempelajari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri, Manajemen Publik dengan fokus pada kebijakan sosial, pengelolaan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Tiga bidang besar. Tiga pertaruhan. Tapi Intan tak gentar. Ia tahu, perjuangan untuk perubahan tidak bisa setengah hati. Itu ia buktikan.

Lima puluh satu publikasi ilmiah.
Bukan hanya angka. Bukan hanya statistik. Ini adalah lima puluh satu pintu yang membuka cakrawala baru di dunia kebijakan publik, teknologi, dan pemberdayaan masyarakat. Lima puluh satu cara Intan berkata kepada dunia, “Aku hadir. Aku bekerja. Aku peduli.”

Di tengah sorotan internasional, di tengah pengakuan akademik yang membanjir, Intan pulang. Ia pulang ke Lampung, ke tanah yang menjadi saksi pertama langkah kecilnya. Tapi ia kembali bukan dengan tangan kosong. Ia membawa ilmu, membawa semangat, membawa perubahan.

Melalui program berbasis penelitian, Intan menggerakkan masyarakat Lampung untuk tidak hanya menerima nasib, tapi bangkit, menciptakan masa depan. Di tengah krisis lingkungan, di tengah birokrasi yang tak jarang rumit, Intan adalah cahaya di kegelapan.

Hari pengukuhan, sebuah kemenangan manusia atas dirinya sendiri.

Saat gelar Guru Besar itu dikalungkan, jangan hanya melihat Intan di atas panggung. Lihatlah perjuangan tanpa lelah, malam-malam tanpa tidur, air mata yang tak pernah terlihat. Lihatlah seorang perempuan yang melampaui batas, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua.

Hari ini, Intan Fitri Meutia adalah sebuah monumen. Sebuah bukti bahwa mimpi besar tidak hanya milik mereka yang lahir di kota besar, tapi milik siapa saja yang berani memperjuangkannya.

“Hidup adalah tentang keberanian. Keberanian bermimpi, keberanian berjuang, keberanian untuk percaya bahwa kita bisa,” kata Intan.

Kepada kita, generasi yang sering kali ragu akan kemampuan diri sendiri, ia menunjukkan, jika ia bisa, apa alasan kita untuk berhenti?

Selamat, Guru Besar Intan Fitri Meutia. Atau biasa dipanggil Profesor Intan. Hari ini, dunia menyebutmu luar biasa. Tapi bagimu, ini baru awal dari cerita panjang yang lebih epic.

#camanewak