Puisi Rastono Sumardi
Aku adalah air, mengalir tenang di sela bumi,
membisikkan nyawa pada benih yang sunyi.
Di tiap tetesku, terbit embun pagi,
mencumbu dedaunan, menyapa mentari.
Tapi kini aku menangis dalam diam,
tubuhku kian keruh, nadiku diracun,
hutan-hutan tumbang, pelukanku terbuang,
di tanah retak, tangisku menguap.
Aku yang dulu menari di sungai jernih,
kini tertatih dalam lumpur pedih.
Aku yang dulu memberi nafas pada bumi,
kini menjadi saksi manusia menggali kuburnya sendiri.
Di mana tangan yang dulu memelukku mesra?
Di mana hati yang dulu mendengar laguku?
Kau butuh aku, tapi kau juga melukaiku,
kau haus, tapi kau membakar sumberku.
Wahai manusia, sadar dan bangkitlah!
Tanpa aku, tanahmu akan mati,
tanpa aku, anakmu akan menangis,
tanpa aku, hidup hanyalah cerita basi.
Peluklah kembali hijau di matamu,
biarkan hutan berbisik lembut padaku.
Aku ingin kembali jernih,
ingin kembali bernyanyi,
ingin kembali menghidupi.
Sebelum semua terlambat,
sebelum aku benar-benar pergi. (*)