HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Dendamku pada Kanker

August 19, 2025 05:00
IMG-20250819-WA0015

Puisi: Lindafang

KAU datang bagai pencuri malam
tanpa salam, tanpa aba-aba
menyelinap ke tubuh adikku
yang sebelumnya penuh cahaya
lalu kau tikamkan racunmu
ke setiap sel, ke setiap denyut, ke setiap helaan nafas.

Kanker…
namamu seolah sederhana,
tapi di baliknya
tersimpan seribu wajah kematian,
seribu pisau tak kasat mata
yang mengiris habis kebahagiaan keluarga kami.

Adikku…
ia dulu bagai bunga yang baru mekar,
membawa harum, membawa harapan,
tapi kau—si penggerogot hitam—
menguliti kelopak demi kelopak
hingga tangis jadi air penyiramnya.

Aku ingin menyalakan api dendam
untuk membakar habis dirimu, Kanker,
agar tak ada lagi tubuh yang kau jadikan rumah,
tak ada lagi mimpi yang kau hancurkan,
tak ada lagi keluarga yang kau arungi
dengan kapal duka tanpa pelabuhan.

Kau seperti bayangan
yang menempel pada cahaya terang,
tak bisa dilihat tapi terasa menggigit.
Setiap rintihan adikku adalah
seribu tombak yang menghantam dadaku.
Setiap helaan lemah nafasnya
adalah palu godam yang memecah kepalaku.

Oh, Kanker Payudara!
kau tidak hanya menyerang tubuh,
kau juga merampas senyum,
kau patahkan cita-cita,
kau tabur ketakutan
hingga rumah kami dipenuhi doa dan air mata.

Namun dengarlah,
meski aku benci, meski aku dendam,
meski aku ingin kau lenyap dari muka bumi,
aku percaya
bahwa cinta lebih kuat dari racunmu,
bahwa doa lebih tajam dari gigitanmu,
bahwa harapan bisa tumbuh
meski di tanah yang penuh luka.

Adikku akan tetap bunga,
meski kelopaknya kau runtuhkan,
ia akan mekar di taman surga
tempat penyakit tak lagi berkuasa.

Dan kau, Kanker
suatu hari akan kalah,
karena manusia akan menemukan caranya
mengusirmu dari bumi,
membiarkan hanya cahaya
yang tinggal di tubuh-tubuh muda,
membiarkan hanya bahagia
yang tumbuh di dada keluarga.

Sampai hari itu datang,
aku akan tetap membencimu,
aku akan terus menulis dendam ini
dengan tinta air mata.

Kanker…
kau bukan hanya penyakit,
kau adalah musuh yang harus dilawan,
dan percayalah—
cintalah yang akan
menguburmu dalam kekalahan abadi. (*)