Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Pipiet Senja
Dinihari baru mengorak
Gerimis berubah bak tercurah bersama badai
Membingkai kumparan langit
Ada tarung yang sengit
Semburat sumpah serapah
Dari balik pintu mewah
Sengaja ditutup tak ramah
Sepasang kekasih
Berpeluk guncang gairah
Tak peduli teriakan lapar
Orang-orang telantar
Yang penting mereka nyaman
Menyuruk di lautan nista
Tiada teringat dosa
Lihatlah!
Dua anak kecil merintih
Perut kempis berhari-hari
Emak memulung remah
Ayah lama tak pulang
Bergelung di pelukan perempuan jalang
Lihatlah!
Gumpalan kelam
Memintal dusta tanpa sembala
Para preman bayaran
Tak tahu malu
Menyebar fitnah semesta
Lihatlah!
Ada gumam dalam diam
Bisik-bisik tiada rasa
Hingga curah air kian
Melimpah ruah
Banjir kanal pun tanpa dicegah
Jakarta, wahai, Jakarta nan perkasa
Bukan Jakarta jika hujan
Tak lekang banjir bandang
Gorong-gorong meluap
Sungai penuh sampah
Semua resah pasah
Jakarta, wahai, Jakarta nan perkasa
Bukan Jakarta jika hujan
Tak lekang banjir bandang
Ciliwung menguar gelisah
Semua menyumpah serapah
Siapapun pemimpin ibukota
Hujan dan banjir akan menista
Menjadi gelombang fitnah
Menggoyang singgasana
Tanpa ampun
Hujan membawa petaka bagi penguasa
Di halte orang kecil berteduh
Penjaja kopi sibuk
Menjajakan kehangatan
Aroma kopi liong
Menguar di antara asap rokok
Mengepul nikotin
Seorang Lansia mendadak
Batuk parah
Tahukah engkau, wahai Jakarta?
Gerangan siapakah yang terbatuk bungkuk?
Inilah diriku yang telah terdedah masa
Perlahan menyingkir
Tahu diri takkan mampu
Tertarung sendiri
Jakarta, 7 Maret 2023