HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Indonesia: Detak Jantung Semesta

September 22, 2025 07:51
IMG-20250922-WA0005

Oleh : Nurul Jannah

Kau lahir dari darah para pejuang yang membasahi tanah subur,
dari tangis ibu-ibu yang memeluk bendera dengan air mata garam,
dari peluh petani yang menanam harapan di tanah retak,
dan dari pekik nelayan yang melawan amukan ombak demi sesuap kehidupan.

Kau adalah dendang angin yang melintasi puncak gunung,
guntur yang meledak di cakrawala barat,
bau rempah yang menembus ribuan tahun perjalanan laut.
Di setiap pasar yang riuh dan pematang yang lengang,
aku mendengar getaran namamu: gagah, meski sering dikhianati.

Aku melihat hutanmu direnggut rakus, lautmu dikoyak tanpa ampun,
namun kau tetap berdiri,
mengumpulkan serpihan marwahmu,
mengundang anak-anakmu kembali ke pangkuanmu.
Kau tidak membalas dengan amarah, tetapi dengan pelukan bumi dan sabar ombak.

Kau bukan semata tanah dan laut,
kau adalah nafas yang menyalakan langit,
jerit dan doa yang menembus cakrawala,
nyala abadi yang bahkan badai pun tak sanggup memadamkan.
Setiap kali dunia mencoba melupakanmu, kau mengguncang semesta dengan keberadaanmu.
Nama yang menyalakan petir di dada dan menumbuhkan hutan di mata air hati.

Kau mengajarkan bahwa mencintaimu bukan retorika,
melainkan keberanian menanam pohon saat tanah gersang,
membersihkan sungai saat arusnya keruh,
dan menjaga mimpi-mimpi generasi yang belum lahir.

Cintamu bukanlah syair kosong:
ia adalah tangan-tangan kecil yang menggenggam bendera robek,
suara serak guru desa yang terus mengajar meski hujan deras,
dan tekad buruh yang berjalan jauh demi sesuap harapan.

Kami adalah tulang-tulangmu, darah dan nafasmu.
Kami akan menyalakan obor di tepi-tepi gelapmu,
menegakkan benderamu meski badai berteriak,
dan memelukmu erat meski dunia berusaha memisahkan.

Selama langit masih biru dan bumi masih bergetar,
namamu akan terus menghentak cakrawala,
menggetarkan jiwa,
dan mengikat seluruh semesta dalam cinta yang tak terbendung: Indonesia. (*)

Bogor, 20 September 2025