Pipiet Senja
Jika ada yang bertanya kepadaku
Siapa guru pertamamu?
Maka aku akan menjawab
Dalam kenangan kanak-kanakku
Guru pertamaku adalah ibuku
Takkan mampu kujabarkan
Apa saja yang telah diajarkannya kepadaku
Selain air susunya
diajarinya aku Segala sesuatu yang kelak menjadi pegangan hidupku
Lantas ayah menuntunku keluar
lingkaran aman
Ditunjukkannya kepadaku jendela Dunia peri kehidupan
Mulai dari awan gemawan
Langit biru, terik matahari, gugusan gunung
Hingga gemericik sungai dan pancuran
Di tepi sawah belakang rumah
Setapak demi setapak
Kaki-kaki mungilku beranjak
Menyeruak di antara anak sekolah pertama
Kucatat dalam memoriku
Ibu Odah Saodah
Guru tekaku nan penyayang
Meskipun kuku- kukuku telah mencakari tangannya
Senyumannya tetap menawan
Suaranya lembut mendayu
Khas mojang Parahiyangan
Dialah yang mengajariku
Banyak cerita
dan lagu kanak kanak
Kuwariskan
kepada anak dan cucuku
Adalah perempuan Minang
bertubuh subur
Tiap tahun mengandung dan melahirkan
Ibu Zaidar kucatat namamu dalam buku memoarku Yang laris manis bak kacang goreng
Engkau mengajakku berkelana
Dengan karya sastrawan dunia
Engkau memetakan cakrawala literasi
Agar meraih asa dan cita sebagai pujangga
Blhaaaaar!
Saat seluruh mimpi ambyar
Semesta berputar dalam lautan hampa
Adalah Kyai Ashari dan istrinya Nyai Kulsum
nan bersahaja
Mereka merangkulku agar memaknai
Kisi-kisi keagungan Ilahi
Menatih limbungku Agar bangkit dalam kesabaran dan keikhlasan
Sejoli sejati inilah bagai jembatan kampung akhirati
Sejak itu tiada yang mustahil
Kulukiskan segala jejak sepanjang jalan kenangan
Wajah-wajah tercinta terus seliweran
Menuansa catatan harianku
Kepada Guruku tercinta
Ingin kucium tanganmu satu per satu
Ingin kupeluk tubuhmu yang telah menua seperti tubuhku
Namun sebagian memang telah tiada
Jadi kupatri namamu dengan tinta emas
Kugumam semesta doa untukmu
Guru-guruku tercinta
Semoga kita jumpa kembali
Jika waktuku tiba nanti. (*)
Al Fatihah.