HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Ketika Sebuah Berita Memantik Luka Rakyat

September 18, 2025 12:13
IMG-20250918-WA0034

Oleh : Ririe Aiko

Lihatlah,
ketika sirene pejabat meraung,
mobil-mobil rakyat jelata tergopoh menepi.
Padahal bukan ambulans,
bukan pula peti jenazah yang berpacu dengan waktu.

Mereka ingin dihormati,
bukan karena kebaikan,
bukan karena teladan,
tetapi karena plat merah
yang membuat jalan raya harus tunduk.

Lihatlah,
Ketika mereka flexing mobil dan tas mewah
begitu mudahnya mereka menebar harta,
sementara di seberang sana,
ribuan rakyat berbaris panjang
hanya untuk selembar lowongan kerja.

Lihatlah,
Ketika mereka menenteng tas ratusan juta,
ribuan buruh di PHK
tak tahu besok harus makan apa.

Lalu tersiar kabar,
seorang kepala sekolah dicopot,
katanya karena anak pejabat ditegur
saat membawa mobil mewah ke sekolah.
Rakyat pun marah,
mengetuk meja dengan sumpah serapah:
“Beginikah congkaknya kuasa?”

Namun ternyata,
kabar itu katanya tak benar.
Sang pejabat bergegas membantah,
meminta maaf,
dan menyebut semuanya salah paham.

Tapi, lihatlah
bagaimana publik sudah terlanjur percaya.
Tangis kepala sekolah yang terekam kamera
lebih jujur dari ribuan klarifikasi.

Air mata itu menjelma simbol,
bahwa kita tak lagi bisa percaya
ketika penguasa terbiasa semena-mena.

Berita bukan lagi tentang siapa salah siapa benar,
melainkan tentang luka lama
yang terus dihidupkan oleh arogansi.

Ketika rakyat terus merasa tertindas di negerinya sendiri,
ketika kesejahteraan tak pernah benar-benar singgah,
maka setiap berita tentang penguasa
selalu memercikkan api di luka lama. (*)