Puisi Rastono Sumardi
Kutitipkan dia pada takdir,
pada waktu yang menganyam benang-benang rahasia,
pada tangan yang menggenggam langit dan bumi,
pada takdir yang lebih besar dari luka-luka di dadaku.
Dia telah menjadi suratan,
seperti sungai yang tak mungkin berbalik ke hulu,
seperti bintang yang tak bisa menolak malam,
dan aku, aku hanya sebutir debu
terbang dalam gelegar angin yang kau sebut perpisahan.
Aku tak meminta kau ingat setiap jejak,
cukup biarkan kenangan berdiam di sudut senyap,
seperti embun yang tak pernah bertanya pada fajar,
seperti ombak yang tak merayu pada karang.
Jangan takut masa lalu menjelma duka,
sebab waktu bukan penjara,
ia adalah tangan yang menulis, menghapus,
lalu membangun cerita baru dengan warna yang lebih berani.
Apa yang kita inginkan tak selalu menjadi cahaya,
tetapi yang terbaik akan selalu menemukan jalannya,
maka syukurilah, cintailah,
dan biarkan takdir menjadi pujangga terakhir kita. (*)