Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Memahami Nilai Puasa dalam Alam Hakikat Puisi

January 13, 2025 15:04
IMG-20250113-WA0057

Anto Narasoma

PUASA (ramadhan) tak hanya menahan lapar dan haus semata, namun kedalaman nilai jauh lebih menetapkan arti secara pribadi.

Mendekatkan nilai puasa ke dalam kaidah puisi, memang sangat menarik untuk dikaji secara mendalam.

Sebab dua kata yang membedakan di dalam kata puasa dan puisi adalah a dan i. Namun nilai artinya pun sangat berbeda. Itulah hakikat kata yang mengantarkan nilai perbedaan dalam dua arti, puasa dan puisi.

Puasa merupakan hakikat dari tugas manusia untuk membangun kepribadiannya sesuai aturan yang ditentukan Allah SWT.

Sedangkan puisi adalah unsur kata yang menyajikan nilai estetika ketika seorang penyair meramu idenya untuk dijadikan karya (puisi) yang memuat komponen tema (sense), rasa (feel), tone (nada kata), dan tujuan makna.

Puasa dan puisi, memang berbeda rasa dalam mengungkap arti dan tujuannya secara intensi. Tatkala puisi mengungkap nilai puasa, penyajiannya memang sarat makna.

Sebab puasa selalu diartikan sebagai aspek jiwa manusia untuk menahan haus dan lapar. Namun makna yang tersirat di dalamnya bertujuan untuk membangun kepribadian agar kita dapat mampu mempertajam nilai kepekaan kita sebagai seorang manusia.

Terutama ketika berhadapan dengan penderitaan orang lain. Artinya, sejauh apa kita mampu menafsirksn posisi kita tatkala diwajibkan untuk melihat, menelaah dan langsung menolong orang lain.

Nilai inilah yang diajarkan lapar haus ketika kita memahami kedalaman hakikat berpuasa. Dalam konteks interen dan eksteren dalam batas-batas nilai kepribadian kita, berpuasa mengajarkan kita untuk memahami hakikat kepribadian diri sendiri dan perangkat diri orang lain.

Sebab meskipun hanya lapar dan haus, namun hakikat yang terkandung di dalamnya, mampu untuk mempertajam kepekaan diri kita.

Lapar haus dalam berpuasa, dapat mencairkan kebekuan hati, sepanjang di dalam diri kita itu ada keinginan untuk mengarah ke tujuan arti.

Dengan demikian, inti dari ‘lapar dan haus’ dalam berpuasa, hakikatnya untuk membuka kesadaran moral bagi seorang manusia.

Semua hakikat itu dapat dijabarkan ke dalam puisi. Sebab pedekatan dikotomi kepribadian manusia itu akan lebur ke dalam empat komponen puisi ; sense, feeling, tone, dan intention.

Dalam hubungan ini, pendekataan kejiwaan dan pendekatan falsafah merupakan metode dari sisi hakikat jiwa kemanusiaan dan estetika puisi.

Menurut IA Richard, setiap puisi harus mengacu pada pokok persoalan yang dikemukakan. Sebab nilai tujuan (intention) dari hakikat puisi adalah memaparkan persoalan puasa dalam membangun jiwa kemanusaan kita yang baik.

Meskipun di dalam puisi tema puasa tampak tersamar, namun tak ada satu puisi yang tidak mengandung arti.

Meski demikian banyak penyair yang selalu memendam nilai arti ke dalam intensi puitika, karena bertujuan untuk menyamarkan maksud puisinya.

Dalam konteks tersebut, pembaca harus lebih mempertajam kreativitasnya untuk menangkap hakikat isi yang diungkap penyair.

Inilah yang dimaksud sense of poe dalam menerjemahkan kandungan nilai puasa ke dalam perangkat puisi. (Penulis adalah penyair dan jurnalis senior).

Palembang, 13 Maret 2024