Puisi Rizal Tanjung
kalau belum tahu nyatanya,
mengapa mulutmu sibuk berolahraga?
setiap katanya terbang ke angkasa,
tapi mana buktimu di dunia nyata?
seniman, kau katanya berjiwa bebas,
namun bebas dari kerja keras.
mulutmu sibuk mengukir opini,
tapi tanganmu kosong, tak punya seni.
oh, pahlawan kata-kata kosong,
mengkritik gunung tapi takut mendaki,
mengolok angin, tapi duduk di kursi,
apa kau pikir seni tumbuh dari mimpi?
kau bicara soal perubahan besar,
tapi langkahmu tak pernah menggetar,
katamu seni adalah kekuatan,
tapi di tanganmu, ia hanya keluhan.
lihatlah, seniman sejati di bawah,
tak banyak bicara, tapi tangannya basah.
peluhnya tinta, karyanya lantang,
sedangkan kau? hanya bergoyang di awang-awang.
kanvasmu kosong, tak ada jejak,
tapi kau sibuk memaki yang beranjak.
apakah itu seniman? pengamat malas?
penumpang bisu di kapal yang keras?
kalau seni adalah cermin jiwa,
mungkin jiwamu hanya bayangan saja.
bergema dalam ruang kosong,
tanpa isi, hanya bergoyang seperti gong.
oh, seniman kata, sang raja debat,
kau lupa seni bukan sekadar omong hebat.
di mana puisimu, di mana lukisanmu?
atau apakah semua itu hanya dalam wawancaramu?
mungkin kau ingin dianggap maestro,
tapi karya apa yang menjadi portofolio?
oh ya, mungkin itu koleksi dusta,
yang kau simpan dalam etalase fakta semu.
jangan nilai dari katanya,
kalau suaramu hanya gema fana.
jangan berlagak tahu nyatanya,
kalau kau sendiri tenggelam dalam katanya.
jadi begini, wahai penjual suara,
diamlah sejenak, ambil palu dan paku.
buat sesuatu dari ributmu itu,
atau tinggalkan seni untuk mereka yang sungguh mau.
“kalau belum tahu nyatanya,
mungkin karena nyatanya kau tak punya apa-apa.”
Padang, 19 Januari 2025