Puisi LK Ara
Wahai Aman Dimot,
engkau adalah nyala abadi
di atas tanah Gayo yang suci.
Dari pedangmu terpancar cahaya,
dari doamu terbit keberanian,
dan dari darahmu,
tumbuh bunga perjuangan di lembah Laut Tawar.
Engkau, yang berdiri sendiri di tengah badai,
seperti Burni Telong menjulang tinggi,
dengan iman sebagai tameng,
dengan cinta tanah air sebagai pedoman.
Tak gentar pada musuh
yang datang seperti gelombang
di malam sunyi, mencoba menenggelamkan nuranimu.
Aman Dimot,
namamu adalah nyanyian Didong,
mengalir di lembah dan bukit.
Ia memanggil kami,
anak-anak yang hidup di masa damai,
agar tak lupa pada gelora perjuanganmu,
agar tak lupa pada pahit manis
yang kau teguk seperti kopi Gayo di pagi perjuangan.
Engkau adalah singa yang menerjang,
elang yang menatap jauh ke cakrawala,
dan pinus yang tak pernah tumbang
meski badai menghantam akar-akarmu.
Mereka, penjajah yang congkak,
lupa bahwa tubuhmu adalah bumi,
darahmu adalah sungai,
dan jiwamu adalah langit.
Tak ada peluru, tak ada tank,
yang bisa memadamkan suaramu.
Wahai Aman Dimot,
kami berdiri di atas tanah ini
karena nyawamu telah menjadi pondasi.
Kami bernafas dalam kebebasan
karena nafas terakhirmu telah kau korbankan.
Hari ini kami berjanji,
kami tak akan lupa.
Kami akan menjaga tanah ini,
seperti engkau menjaganya dengan hidupmu.
Kami akan melangkah dengan iman,
seperti engkau melangkah menuju surga.
Engkau adalah obor yang tak padam,
dan kami adalah generasi
yang akan melanjutkan cahayamu.
Di hati kami,
namamu akan selalu hidup,
seperti rencong yang diwariskan,
Aman Dimot, sang syuhada abadi.
Kalanareh, 2024