Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Pagar Laut dan Tiang Cahaya Tanah Air

March 3, 2025 13:16
IMG-20250303-WA0051

Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Puisi Mulyadi J. Amalik

Terumbu karang tumbang remuk berkeping.
Batu-batu reklamasi menimpuk menindasnya.
Ikan-ikan dan perahu membeku dipasung pagar laut tanpa malu.
Flora fauna menangis rebahan di pangku nelayan teriris.
Ganggang dan camar pingsan dicekik badai pemalak cuaca.
Gelombang dan kompas termenung mati angin sebelum mulai pesta pantai.
Kulit-kulit pulau terkelupas perih disayat penyamun negeri.
Jiwa bangsa terkubur di kerak bawah samudera.
Makamnya ditimbun ribuan ton karat dan lumut menyumbat perasaan.
Saat itu kalbu negeri mati dini di pusat kekuasaan nurani.
Negara menggigil sedang demam tinggi kekurangan asupan gizi.
Dibutuhkan donor darah bagi sel-sel merah putihnya yang dikuras lintah lautan.
Dalam kesepian rakyat masih bersatu berjuang sendiri.
Menaruh sisa cintanya di timbangan kontrak terakhir.
Mereka bergegas menata pagar hati dan
membangun tiang cahaya Tanah Air.
Pagar laut dirobohkan agar garam tak lupa asin.
Rakyat bergotong-royong memeluk bumi sambil menyalakan pijar api dengan pupuk jerami.
Siapa pun tak hendak terbakar janganlah menangguk gelegak didihnya.
Sedangkan tungku sedia kuali akan merebusnya sampai titik panas penghabisan.(*)

Peneleh, Surabaya: 27/02/2025.