Oleh Suheri Simoen
PEREMPUAN berbalut Dir bergegas ke arah timur di Dzulhijjah yang hangat
Kota kian jauh namun langkahnya makin pendek lantaran beban orok di rahimnya
Dara itu terhenti di Bait Lahm di bawah rumpun kurma yang buahnya menunduk bahkan menyentuh batu-batu dan pasir
Hanya hening mengerudungi dan cuma Dhab serta rerumputan di bibir oase memberi salam selamat datang
Bersandar ia di pangkal kurma bintang gemintang menemani para pengembala berdiam di kaki bukit
Sore yang kudus angin membawa sunyi hatinya berbaur segala rasa
Perawan suci itu dekat dengan kesedihan bahkan putus asa menjalari sampai di kakinya
‘Wahai betapa maut lebih baik dan aku bukan siapa-siapa’
Peluh telah habis dan rasa sakit tingkat sembilan di rahim saudara perempuan Harun
Pada tarikan nafas kedelapan, senja pun menyambutnya
Digoyangnya batang kurma lalu berguguran najwah ke arahnya
Air pun menghampiri dari balik kaki
Bait Lahm pecah tatkala perempuan dari Nazaret itu tiba
Namun bibirnya tak satu pun kata terucap
Hanya bayi suci yang fasih berkata-kata
Lisannya lebih rahib dari pendeta manapun
Bensam, 23-12-2024