Oleh: Wahyu Iryana
Di Bandung hujan turun dengan cara yang tak biasa
ia datang seperti nyanyian tribun yang tak pernah lelah
menggema dari sudut kota hingga jantung waktu
membasahi bendera biru yang terus berkibar
Di stadion, kau bisa mendengar suara itu
suara yang telah lahir sejak engkau kecil
suara yang tersimpan dalam dada ayahmu,
yang dulu menunggumu di teras rumah
sambil menyeruput kopi dan mengingat
hari-hari ketika Robby Darwis masih muda
ketika kaki-kaki legenda menari di atas rumput
Kau mungkin tak pernah tahu
berapa banyak keringat yang jatuh
berapa banyak mimpi yang pecah
dan kembali dirajut dalam doa-doa panjang
Sebab mencintai Persib adalah seperti mencintai hujan
ia datang tanpa bisa kau cegah
ia mengalir di nadimu seperti kenangan
ia jatuh tanpa bertanya, apakah kau sedang ingin basah
Dan di sudut kota ini,
di antara lampu-lampu yang redup setelah laga,
ada seorang bocah yang masih memegang bola plastiknya
matanya menatap televisi tua,
menunggu sebuah nama disebut dalam kemenangan
ia tak peduli pada malam yang semakin larut
sebab esok, di lapangan kecil gang sempit itu
ia akan menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri
Di Bandung, sepak bola bukan sekadar permainan
ia adalah sejarah yang hidup di dada semua orang
ia adalah cerita tentang seorang anak kecil
yang mengenakan jersey kebesaran
dan berlari menantang matahari
Mungkin kau pernah kecewa
mungkin kau pernah melihat Persib kalah
seperti seseorang yang kehilangan surat cinta pertama
tetapi kau tahu, besok kau akan kembali ke stadion
berteriak lebih kencang, bernyanyi lebih lantang
sebab Persib adalah tentang pulang
tentang hati yang tak pernah meninggalkan rumah
Dan hujan terus turun di Bandung
menghapus jejak kekalahan
menyiram doa-doa yang terselip di bibir tribun
menjaga janji bahwa esok
biru akan kembali bersinar (*)
Kakang Prabu Raja Penyair Santri Pesisir Pantai Utara Laut Jawa.