Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Puisi Haji Alim, Kerut Wajah di Ujung Senja

March 13, 2025 13:46
IMG-20250313-WA0086

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Kerut di wajahnya,
terukir pahit getir zaman,
lipatan kulit yang dulu terpapar mentari,
kini merayap seperti akar tua,
menggurat beban yang tak terucap.

Dulu, wajah itu berseri,
disinari cahaya emas kejayaan,
sorot matanya tajam,
menatap dunia seolah dunia miliknya.
Sawit, karet, batubara,
semua tunduk di bawah genggamannya.

Tangannya dulu terulur,
membagikan rezeki di jalan Allah,
masjid berdiri karena namanya,
jemaah haji mencicipi nikmat karena ulurannya.
Doa-doa melangit,
menyebut namanya dengan syukur.

Namun kini,
wajah itu pias,
keringat dingin merembes di kerutan tua,
sorot mata itu redup,
menatap lantai sel dengan hampa.

Suara jaksa menggema,
“Korupsi, pemalsuan, tanah negara.”
Tangannya yang dulu merangkul,
kini terkunci dalam borgol besi dingin.
Dari singgasana,
jatuh ke lantai lembab yang berbau pengkhianatan.

Di balik jeruji,
ia mendengar bisik-bisik,
“Dulu raja, kini pesakitan…”
“Dulu emas, kini debu…”
Wajah-wajah yang dulu menunduk hormat,
kini menatap dengan jijik dan iba.

Kerut wajahnya makin dalam,
napasnya berat menahan hinaan.
Mata tuanya berkaca,
menatap sunyi di balik jeruji.
Mungkin, inilah akhir perjalanan,
cahaya keemasan yang padam,
meninggalkan jejak kelam di lorong gelap. (*)

#camanewak