Pinto Janir
DUNIA digital makin membadai. Tampaknya, makin maju teknologi, kian mundur perangai.
Kabel-kabel digital agaknya sudah membalut ruang kepala. Ia memutus urat malu sehingga akal sehat seperti lenyap.
Demi konten memburu cuan, orang-orang bertuan pitih tak segan bergila-gila. Aib diumbar kemana-mana. Bahkan, soal paling privasi di kamar pun disebar.
Digital telah menjajah isi perut dan kepalanya. Ia rela mengosongkan isi otaknya asal kantong penuh.
Daripada bercakak dengan galang-galang, ia tak peduli dengan akal sehat. Mana peduli ia dengan harga diri. Ia jual murah muruah dirinya di dunia maya atas nama beras sudah tak ada.
Di dunia maya, di beberapa platform media sosial, percarutan, pertengkaran, perdebatan menjadi percaturan untuk menghasilkan pundi-pundi.
Saling balas. Saling hujat. Saling hina. Saling umbar aib, menjadi kebiasaan nan nista.
Sementara, orang-orang yang memiliki kecerdasan moral dan budi nan mulia memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk kreativitas bermutu dan elegan.
Sedangkan yang agak lain, atas nama hiburan seperti orang gila pun ia tak segan-segan.
Disuruh mandi lumpur. Disuruh memukul kepala sendiri. Disuruh memakan cacing akan ia lakukan asal diberi hadiah donat, mawar atau paus.
Beras habis, dijogetin aja!
Mereka para budak digital di layar platform sosial benar benar bergila-gila tingkat tinggi.
Kalau tak gila tak viral.
Makin gila makin terkenal.
Kalau tak gila tak laku.
Kalau tak gila tak gaya.
Makin gila makin ditiru.
Gila membudaya.
Budaya gila-gilaan.
Dengar saja sajak saya ini, “Sajak Gila”.
Jakarta 27 Desember 2024