Ilustrasi : Ririe Aiko
Puisi : Ririe Aiko
Di bawah langit Februari yang teduh,
Kupetik mawar dengan jemari rapuh.
Hari Valentine, saksi bisu
Dari kisah cinta yang kini layu.
Dulu, di matamu aku purnama,
Sinarnya lembut di telaga senja.
Kita bicara tentang cinta sejati,
Bahwa hati lebih tinggi dari tumpukan materi
Namun, ternyata cintaku tak cukup mengisi perut,
Bahagia tak bisa tanpa pundi harta.
Ikatan kita hanya sebatas sakral dalam cinta
Tapi tak bisa menjanjikan hidup mudah tanpa rupiah
Kau tinggalkan aku dengan senyum, tercantik namun sakit
“Maaf, cintamu tak bisa menghilangkan laparku” katamu
Kau pilih jalan berbeda dengan kendaraan roda empat dan gaun indah bertabur emas.
Pergi dengan setumpuk beban luka dipundakku
Sementara aku, hanya pujangga,
Yang Menulis rasa dengan tinta lara.
Di meja sepi, lilin menyala,
Mengingatkan cinta yang tak bernyawa.
Aku mengerti, kau memilih jalanmu,
Meski hatiku jadi debu tertiup pilu.
Tak apa, berjalanlah menjauh,
Meski harus kupungut hatiku yang runtuh.
Kelak, bila kau rindu,
Aku masih di sini, menulis tentang cinta yang katanya sederhana, tapi butuh banyak biaya (*)