HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Dusta Kecil Menuju Puncak Serakah

October 31, 2025 08:28
IMG-20251030-WA0069

Drs. Makmur, M. Ag
Kepala Kemenag Kota Bandar Lampung

HATIPENA.COM – Setiap keburukan besar sering kali bermula dari hal kecil yang dianggap sepele. Sebuah dusta ringan yang tidak disesali, sebuah keinginan kecil yang tak dikendalikan, atau sedikit rasa cinta kepada dunia yang tidak segera dijaga. Dari sanalah hati mulai berkarat, iman melemah, dan manusia pelan-pelan kehilangan arah.

Padahal, tidak ada yang lebih berbahaya bagi manusia selain ketika ia berani menipu dirinya sendiri dan menukar kebenaran dengan kesenangan sesaat. Dusta yang dibiarkan tumbuh akan menuntun pada kerakusan, dan kerakusan yang tidak terkendali akan membawa pada kehancuran.

Kisah berikut mengajarkan kepada kita betapa tipis jarak antara niat baik dan kehancuran, antara kejujuran dan kebinasaan, antara cinta dunia dan hilangnya nilai kemanusiaan. Sebuah kisah yang bukan hanya terjadi di masa lalu, tetapi terus terulang dalam berbagai bentuk di zaman kita hari ini.

Suatu hari datang seorang laki-laki kepada Nabi Isa ‘alaihissalam. Dengan wajah tulus ia berkata, “Wahai Ruhullah, izinkan aku menemanimu ke mana pun engkau pergi, agar aku dapat belajar darimu.” Nabi Isa menatapnya penuh kasih, lalu menjawab lembut, “Baiklah, ikutlah bersamaku.”

Mereka berjalan bersama, menempuh perjalanan panjang melewati lembah dan bukit. Ketika tiba di tepi sungai, Nabi Isa mengeluarkan tiga potong roti. Beliau memakan satu potong, lelaki itu juga satu potong, dan tersisa satu potong lagi. Nabi Isa pergi ke sungai untuk berwudhu, namun ketika kembali, roti yang ketiga telah hilang. Beliau bertanya, “Ke mana roti yang ketiga?” Lelaki itu menjawab, “Aku tidak tahu, wahai Nabi Allah.” Nabi Isa hanya diam dan tidak berkata apa-apa.

Mereka melanjutkan perjalanan hingga melihat seekor kijang di padang. Nabi Isa memanggil kijang itu dengan izin Allah, lalu menyembelihnya, memanggangnya, dan mereka berdua makan bersama. Setelah selesai, Nabi Isa berdoa dan kijang itu hidup kembali, berlari meninggalkan mereka. Nabi Isa berkata kepada lelaki itu, “Demi Allah yang menghidupkan tulang belulang setelah mati, siapakah yang mengambil roti yang ketiga?” Lelaki itu tetap menjawab, “Aku tidak tahu, wahai Nabi Allah.” Nabi Isa masih diam dan meneruskan langkahnya.

Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah lembah. Nabi Isa mengambil segenggam tanah lalu berdoa, dan dengan izin Allah tanah itu berubah menjadi emas murni yang berkilauan. Beliau berkata, “Satu bagian untukku, satu untukmu, dan satu bagian lagi untuk orang yang memakan roti yang ketiga.” Mendengar itu, lelaki tersebut spontan berkata, “Akulah yang memakan roti itu, wahai Nabi Allah.” Nabi Isa tersenyum dan berkata, “Kalau begitu, ambillah seluruh emas ini. Itu semua milikmu.” Nabi Isa pun meninggalkannya, membiarkan lelaki itu bersama tumpukan emasnya.

Tak lama setelah Nabi Isa pergi, datanglah dua orang perampok yang melihat lelaki itu duduk di dekat tumpukan emas. Mereka hendak merampasnya, tetapi lelaki itu berkata, “Jangan bunuh aku. Emas ini akan kita bagi tiga, masing-masing satu bagian.” Mereka pun setuju.

Karena sama-sama lapar. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengutus lelaki itu pergi ke pasar membeli makanan. Namun di hati mereka masing-masing, tumbuh niat jahat. Kedua perampok itu berencana membunuh lelaki itu begitu kembali, agar emas hanya untuk mereka berdua. Sedangkan lelaki yang pergi ke pasar juga diselimuti keserakahan. Ia berpikir, “Lebih baik aku racuni makanan ini, agar keduanya mati dan seluruh emas menjadi milikku.” Maka ia pun membeli makanan dan mencampurnya dengan racun.

Ketika ia kembali, dua perampok itu langsung menyerangnya dan membunuhnya. Mereka merasa puas karena berhasil menguasai seluruh emas. Tapi karena lapar, mereka makan makanan yang dibawa lelaki itu, dan tak lama kemudian keduanya pun mati karena racun yang telah dicampurkan. Ketiganya mati di samping tumpukan emas yang mereka perebutkan.

Ketika Nabi Isa melewati tempat itu, beliau melihat tiga jasad terbujur kaku di samping emas yang bersinar diterpa matahari. Beliau menunduk, lalu berkata, “Beginilah dunia memperdaya orang yang mencintainya. Mereka mati karena dunia yang tidak pernah hidup untuk mereka.”

Kisah ini mengandung pelajaran mendalam tentang bahayanya dusta, cinta dunia, dan keserakahan. Laki-laki itu memulai kehancurannya dengan kebohongan kecil. Ia menyembunyikan satu potong roti dan menutupi dosanya dengan ucapan ringan, “Aku tidak tahu.” Namun satu dusta kecil telah menjadi awal dari kejatuhan besar. Rasulullah saw mengingatkan, “Hendaklah kalian selalu jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Dan jauhilah dusta, karena dusta membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang berdusta dan sangat kafir.” (QS. Az-Zumar: 3).

Satu kebohongan kecil dapat menjadi api yang membakar hati dan nurani. Sekali seseorang berani berdusta, ia akan berdusta lagi untuk menutupi dusta yang pertama. Dari satu kesalahan lahirlah kesalahan lain, hingga akhirnya seluruh hidupnya terjerat dalam lingkaran dosa.

Dari dusta kecil tumbuh cinta dunia. Hati yang tadinya ingin mengikuti Nabi Isa, berubah menjadi hati yang ingin memiliki harta dan roti. Cinta dunia menjadikan manusia buta terhadap kebenaran dan tuli terhadap panggilan akhirat. Rasulullah saw bersabda, “Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan.” (HR. Baihaqi).

Dan Allah mengingatkan, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid : 20)

Cinta dunia yang berlebihan membuat manusia menghalalkan segala cara. Ia sanggup berkhianat, menipu, bahkan membunuh demi mempertahankan dunia yang fana. Padahal dunia tidak pernah setia. Ia memperdaya, menipu, lalu meninggalkan manusia dalam kehampaan dan penyesalan.

Dan dari cinta dunia lahirlah keserakahan. Keserakahan adalah penyakit hati yang tidak pernah puas. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar yang dilepaskan di tengah kumpulan kambing lebih merusak bagi agama seseorang daripada cinta harta dan kedudukan.” (HR. Tirmidzi). Dalam hadis lain disebutkan, “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah emas, niscaya ia menginginkan lembah yang ketiga. Dan tidak akan memenuhi mulut anak Adam kecuali tanah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Serakah menjadikan manusia lupa batas, buta terhadap hak orang lain, dan tuli terhadap panggilan kebenaran. Dalam kisah Nabi Isa, tiga orang mati bukan karena lapar, tapi karena rakus. Mereka saling menipu, saling membunuh, dan akhirnya mati di samping tumpukan emas yang tidak pernah mereka nikmati.

Dusta kecil, cinta dunia, dan keserakahan adalah tiga racun yang saling terkait. Dusta membuka jalan bagi cinta dunia, cinta dunia melahirkan keserakahan, dan keserakahan menutup jalan menuju rahmat Allah. Maka berhati-hatilah terhadap dusta walau tampak kecil, kendalikan cinta dunia agar tidak berlebihan, dan padamkan api keserakahan sebelum membakar jiwa.

Allah mengingatkan, “Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl: 96). Dan Rasulullah saw bersabda, “Berbahagialah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, diberi rezeki yang cukup, dan dijadikan hatinya qana‘ah terhadap apa yang dimilikinya.” (HR. Muslim).

Semoga kita termasuk orang-orang yang jujur dalam ucapan, sederhana dalam kehidupan, dan qana‘ah terhadap rezeki yang Allah berikan. Sebab hanya dengan kejujuran hati menjadi tenang, dengan kesederhanaan hidup menjadi lapang, dan dengan rasa cukup kita akan selamat dari jebakan dunia yang menipu. (*)

Wallahu’alam