Ilustrasi/Penulis : Ramli Djafar
HATIPENA.COM – Dalam kehidupan yang dijalani di dunia ini terkadang kita mendengar kabar, atau menonton tayangan berita, ataupun mungkin saja melihat secara langsung di mana ada banyak orang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari ( tidak makan dan tidak minum ), sehingga tampak seperti orang tidak sehat.
Di balik semua hal ini dalam kegiatan hidup keagamaan ada ibadah puasa yang dilakukan oleh setiap orang beriman apa pun agama atau keyakinan yang diimaninya.
Kedua peristiwa di atas yang terkait dengan makan dan minum ini sungguhlah berbeda artinya, karena peristiwa pertama di mana orang tidak makan dan minum karena kemiskinan yang dialaminya ini tentulah tidak termasuk sebagai kegiatan ibadah, karena mereka terpaksa menahan rasa lapar dan haus saja.
Sebaliknya diperistiwa kedua tidak makan dan minum adalah untuk melatih atau mengendalikan nafsu dalam dirinya dan pastilah disertai dengan kegiatan ibadah untuk makin mendekatkan diri pada Kuasa dan Kasih Allah yang adalah merupakan sumber segala kehidupan yang ada.
Artinya dalam hal ini ada tuntutan bagi setiap orang beriman untuk dapat mengendalikan nafsunya, bukan hanya terhadap makan dan minum saja tetapi keseluruhan hal yang terkait dengan pengendalian segala dorongan hawa nafsu (termasuk penguasaan diri terkait emosional seperti rasa marah, kesombongan diri, dan lain-lain yang adalah merupakan titik lemah hidup manusia).
Allah Sang Pencipta ingatkan setiap umat-Nya di mana pun berada dan berkarya bahwa hakekat puasa yang sesungguhnya bukanlah hanya sekedar menahan diri dari dorongan rasa lapar dan harus saja, tetapi bagaimana dengan segala usaha dan upaya mengendalikan segala kehendak pemenuhan diri yang berlebihan, sehingga melalui hal ini mampu memaknai nilai-nilai keimanan yang merupakan hal yang utama dan terutama dalam segenap hidup yang dijalani.
Yang harus kita pahami, yakini, dan imani dengan sepenuh hati bahwa dalam menjalani ibadah puasa kita tetap menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari lainnya seperti biasanya, bahkan berupaya tidak menampakkan raut wajah orang yang letih, lesu, tidak bertenaga, dan lain-lain.
Bahkan dalam hal ini ada tuntutan lain yang harus dipenuhi bahwa dari puasa yang dilakukan ada nilai ekonomis kehidupan berupa makan minum yang tidak digunakan sebagai sarana dalam menjalani puasa, justru harus kita bagikan pada sesama yang miskin dan menderita, sehingga mereka yang berkekurangan dapat pula ikut menikmati seperti apa yang kita makan dan minum.(*)
Mari kita nyatakan. Padang, 070325