Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Ontologi Iqra: Hakikat dan Wujudnya

March 18, 2025 05:51
IMG-20250318-WA0028

Lalu Wathan dan Wawan Kardiyanto

HATIPENA.COM – Renungan mendalam terhadap makna hakikat segala sesuatu dan segala objek merupakan implementasi term iqra, maka apakah sebenarnya makna iqra’?

Term iqra’ merupakan kata pertama dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Term tersebut menggunakan kata imperatif/amar yang berasal dari akar kata qara’a. sehingga berarti “bacalah olehmu” (lihat QS. Al-‘Alaq ayat 1 dan 3).

Dan sungguh mengherankan perintah pertama Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw adalah Iqra (bacalah!). Betapa tidak, beliau diperintahkan membaca padahal beliau adalah seorang yang tidak pandai baca tulis. Namun demikian keheranan itu segera akan sirna begitu kita menyadari bahwa membaca memiliki makna yang sangat luas dan mendalam, sehingga menjadilah membaca sebagai tangga menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Perintah pertama itu tidak menyebut obyek bacaan tetapi menyebut motivasi dan tujuan membaca yakni bismi rabbika yakni “dengan atau demi karena Tuhanmu”.

Selama ini kita sering membatasi makna Iqra pada kegiatan membaca teks/huruf saja dan hal konteks tidak disebut sebagai membaca. Dan inilah yang menjadikan makna iqra menjadi “kurus dan kering”. Akibatnya orientasi iqra pun terbatas pada tekstualis saja.

Imam Ibn Manzur dalam Lisanul Arab memberikan makna iqra’ yang berarti bacalah teks (tulisan); bacalah ayat-ayat Allah, bacalah alam semesta ciptaan-Nya, bacalah manusia segala aspek kehidupannya, pahamilah, tetilitilah, bereksperimentasilah, ovservasilah, supervisilah, cermatilah, sampaikanlah, telaahlah, dalamilah, renungkanlah yang dilakukan secara tajam dan mendalam.

Demikian makna iqra yang sangatlah luas, bahwa membaca tidak bisa terhenti pada membaca huruf saja, namun bacalah alam jagad raya ini; bacalah gunung, bacalah daratan, bacalah lautan, bacalah angin (gelombang/satelit) dan seterusnya, dengan begitu kita bisa mendapatkan faedah dari membaca tersebut.

Akhirnya dengan membaca segalanya, peran kita sebagai pengelola alam (Khalifah) akan terimplementasi dengan baik, menciptakan penemuan-penemuan yang bermanfaat (sains dan teknologi) yang berguna bagi kemajuan peradaban dan kemaslahatan semesta. Tragisnya, umat Islam saat ini seperti berada dalam ramalan hadits, yaitu seperti buih lautan, banyak tapi dalam kebodohan ilmu pengetahuan sehingga peran sejatinya sebagai Khalifah diambil alih oleh umat lain, itu karena umat Islam tidak bisa memaknai arti hakikat iqra’ yang sebenarnya.

Kebodohan Pengetahuan Membinasakan umat Islam

Nabi Muhammad bersabda :

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Dari Tsauban berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Hampir saja umat-umat menyerang kalian sebagaimana para pemakan menyerbu piringnya”. Maka ada seorang yang mengatakan, “Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu wahai Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “Akan tetapi kalian ketika itu berjumlah banyak. Akan tetapi kalian seperti buih seperti buih-buih di air yang mengalir dengan deras. Dan sungguh Allah akan mencabut dari hati musuhmu rasa takut. Dan sungguh Allah akan melemparkan di dalam hatimu al-Wahn”. Maka ada seorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu al-Wahn?” Rasulullah SAW menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian.” (HR Abu Dawud)

Rasulullah saw :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى)
Nabi saw bersabda : “Jadilah engkau orang berilmu, penuntut ilmu, pendengar ilmu dan orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka.” (HR. Baihaqi).

Rasul SAW memerintahkan umatnya menjadi ‘Alim (orang berilmu, guru, pengajar, ustad, kyai). Jika belum sanggup, jadilah Muta’allimaan (orang yang menuntut ilmu, murid, pelajar, santri) atau menjadi pendengar yang baik (Mustami’an), paling tidak menjadi Muhibban pecinta ilmu, simpatisan pengajian, donatur yayasan, lembaga dakwah dan pendidikan dengan harta, tenaga, atau pikiran, atau mendukung majelis-majelis ilmu.
Rasul saw menegaskan, jangan jadi orang yang kelima (Khoomisan), yaitu tidak jadi guru, murid, pendengar, juga tidak menjadi pecinta ilmu. Celakalah golongan kelima ini. “Fatahlik!” (binasalah) tegas Rasulallah saw.

Kecerdasan Pikir dan Dzikir (Ulul Al-Bab) Warisan Kenabian

hadits ke-70 dari Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من سلك طريقاً يلتمِسُ فيه علماً سهّلَ الله له طريقاً إلى الجنّةِ، وإن الملائكةَ لتضَعُ أجنحتها لِطالبِ العلم رِضاً بما يصنع، وإن العالِمَ ليَسْتَغْفِرُ له من في السمواتِ ومَن في الأرضِ، حتى الحيتانُ في الماءِ، وفضلُ العالم على العابد كفضل القمرِ على سائر الكواكب، وإنّ العلماء ورثة الأنبياء، إنّ الأنبياء لم يُورِّثُوا ديناراً ولا درهماً، إنما ورَّثُوا العلمَ، فمن أخذه أخذ بحظٍ وافرٍ

“Siapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang mereka cari. Dan sesungguhnya seorang ulama dimohonkan ampunan untuknya oleh semua yang ada di langit dan di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di dalam air. Dan keistimewaan ulama di atas ahli ibadah yaitu seperti keistimewaan bulan dibandingkan bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar tidak pula Dirham, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan para Nabi (yaitu ilmu), sungguh ia telah mengambil keuntungan yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). (*)

Wallahu ‘alam bish shawab

Hikmah Ramadan 18
@semua orang
@sorotan