Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Para Pemimpin Sejati

February 4, 2025 05:53
IMG-20250204-WA0007

H. Makmur A. Syaik, M.Ag *)

HATIPENA.COM – Ketika peperangan sedang berkecamuk, Panglima Khalid bin Walid mendapat surat perintah dari Khalifah Umar Ibnul Khotob. Surat itu berisi tentang pemecatan dirinya dari Panglima perang dan selanjutnya Khalid di minta untuk menyerahkan jabatannya kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Ubaidillah ibn Jarrah sebagai Panglima Perang yang baru.

Mendapatkan surat itu kedua tokoh itu merasa bingung, karena hal tersebut diterima di tengah pertempuran yang sedang berkecamuk. Namun dengan jiwa besar Khalid bin Walid dan Ubaidillah bin Jarrah terus melakukan tugasnya dengan baik yaitu terus berperang melawan musuh dan menunggu waktu yang tepat untuk mengumumkan pergantian panglima kepada seluruh pasukannya.

Setelah peperangan mereda dan merasa waktunya sudah tepat baru Khalid bin Walid mengumumkan pergantian jabatan panglima kepada tandemnya yaitu Ubaidillah ibn Jarrah, berdasarkan surat keputusan Khalifah Umar Ibnul Khotob.

Sebagaimana diketahui Khalid bin Walid adalah panglima perang yang paling berpengalaman dan ia menjadi panglima perang yang paling sukses, baik sebagai panglima sebelum masuk Islam (memimpin pasukan/orang kafir), maupun ketika menjadi panglima perang kaum muslimin setelah ia masuk Islam. Di bawah kepemimpinannya tidak ada musuh yang tidak bisa di kalahkannya.

Kahlid bin Walid, adalah panglima yang di angkat oleh Khalifah Abu Bakar Siddik dan diberhentikan secara mendadak oleh Khalifah Umar Ibnu Khotob.

Sesaat setelah pergantian di laksanakan ada salah satu loyalisnya memberanikan diri bertanya, bagaimana perasaan Khalid menerima pemecatan ini… ?

“Khalid bin Walid menjawab dengan tegas bahwa Ia tidak kecewa sedikit pun, bahkan ia lega dan menganggap ini adalah sebuah anugerah, dan ia berkata bahwa berperang selama ini bukan hanya karena dirinya diangkat Panglima oleh khalifah Abu Bakar dan bukan pula karena diberhentikan dari Panglima oleh Umar Ibn Khotob, tapi saya berperang karena Allah SWT”.

Dan itulah sebabnya setelah mengumumkan tentang pemberhentiannya dari Panglima, Khalid bin Walid tetap semangat maju ke medan peperangan sebagai tentara biasa yang tangguh, cekatan, dan mengajak seluruh pasukannya untuk meneruskan peperangan di bawah pimpinan panglima yang baru Ubaidillah Ibn Jarrah.

Setelah peperangan mereda, beberapa sahabat ada yang menanyakan pada kepada Umar Ibn Khotob tentang alasan pemecatan Khalid bin Walid. Umar Ibn Khotob menjawab bahwa pemberhentian Khalid bukan karena yang bersangkutan lemah atau melakukan kesalahan, tapi justru sebaliknya bahwa Khalid adalah Panglima yang hebat, Istimewa dan tidak pernah kalah dalam memimpin pertempuran.

Karena kenyataan seperti itu ‘dikhawatirkan’ akan merubah keyakinan (kepercayaan) para pengikutnya. Umat dan pasukannya berkeyakinan bahwa setiap pertempuran yang dipimpin oleh Panglima Kahlid ‘pasti’ menang. Dan menurut Umar keyakinan seperti ini sangat membahayakan ketauhidan umat, umat akan tergerus ketauhidannya.

Umat akan percaya dengan kemampuan dan kehebatan Khalid. Mereka meyakini bahwa pertempuran yang dimenangkan bukan lagi karena pertolongan Allah, akan tetapi karena ‘kehebatan dan keistimewaan’ yang ada pada Khalid dan Walid. Dan karena hal ini Khalid bin Walid bisa di kultuskan. Dengan demikian hati umat tidak lagi kepada Allah tapi bisa lari keyakinannya pada kehebatan Khalid bin Walid.

Maka menurut Khalifah Umar ini harus segera dicegah, agar aqidah umat bisa terjaga dan diselamatkan, dengan cara mengganti Khalid bin Walid. Beliau tidak peduli seberapa banyak pasukan mencintai Khalid, tapi ada kepentingan yang lebih besar yang harus diselamatkan yaitu tauhid dan aqidah umat Islam.

Khalifah Umar mau menunjukkan kepada umat bahwa kemenangan yang selama ini diperoleh bukan sekadar karena kehebatan Khalid, tetapi karena pertolongan Allah SWT dan ini bisa didapat oleh Panglimanya siapa pun termasuk Ubaidillah Ibn Jarrah.

Pandangan lain beberapa Ulama tentang pergantian ini adalah untuk keseimbangan dalam kepemimpinan Umar. Sebagimana di ketahui Kahlid bin Walid adalah seorang pemimpin yang tegas, keras dan sangat disegani.

Sedangkan Umar, Juga adalah khalifah yang mempunyai sifat yang sama yaitu tegas, berani, berwibawa. Sehingga ketika disatukan dua pempimpin ini tidak akan berjalan efektif, karena tidak bisa saling melengkapi.

Maka kepemimpinan Umar yang tegas, berani harus diimbangi dengan sifat kepemimpinan yang lembut dan kharismatik, dan itu ada pada diri Ubaidillah Ibnu Jarrah. Dan dengan kombinasi seperti ini maka di harapkan kepemimpinan Umar bisa berhasil. Seperti pada kekhalifahan Abu Bakar Siddik yang lembut dipadukan dengan Panglima Kahlid bin Walid yang tegas.

Dari rentetan kisah ini kita bisa mengambil hikmah beberap hal sebagai berikut :

Pertama, Amirul Mukminin Umar Ibn Khotob adalah pemimpim yang tegas, berani dan bijaksana, ia berani mengambil keputusan yang berisiko, yaitu mengganti pemimpin di tengah jalan dan sedang melaksanakan tugasnya. Dan pemimpin itu sangat di cintai pengikutnya.

Akan tetapi beliau telah memperhitungkan dengan matang maka pergantian itu bisa berjalan dengan lancar. Dan yang lebih penting lagi beliau bisa memberikan pengganti yang sepadan yang bisa meneruskan kepemimpinan Khalid bin walid, dan ini mungkin yang di sebut dengan pemimpin yang berkelanjutan untuk kemajuan negaranya. Terbukti ketika dipimpin Ubaidillah pun, pasukan ini banyak memenangkan pertempuran.

Kedua, Khalid bin Walid adalah sosok teladan, tegas dan kharismatik. Beliau menerima proses penggantian yang menurut sebagain orang tidak lazim itu dengan legowo, menerima dengan ikhlas tidak melakukan protes dalam bentuk apa pun dan tidak menurunkan semangatnya untuk terus bekerja tapi justru sebaliknya beliau berpikir demi untuk kemajuan bangsa dan negara, beliau mendukung dan mengajak pengikutnya untuk mendukung penuh penggantinya tanpa syarat apa pun.

Ketiga, Ubaidillah Ibn Jarrah, adalah pemimpin yang cerdas, rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh walaupun diberikan kedudukan tertinggi di dalam pasukannya.

Ia sangat hormat kepada pendahulunya serta mengajak dan merangkulnya untuk terus berkolaborasi, bekerja sama demi kemajuan bangsa dan negara.

Keempat, pasukan yang banyak yang semula di bawah pimpinan Khalid bin Walid dengan ikhlas menerima penggantinya. Bagi mereka bekerja dan berperang bukan karena pemimpinnya tapi semua dilakukan karena Allah untuk satu tujuan, yaitu memajukan bangsa dan negara.

Sebagai penutup kita bisa mengambil pelajaran bahwa jabatan itu adalah amanah, maka jika suatu saat amanah itu terlepas, maka tidak boleh marah atau kecewa yang berlebihan karena itu hanya titipan.

Dan sebaliknya bagi orang yang baru menerima amanah itu juga tidak boleh berlaku jemawa dan sombong apa lagi semena-mena menggunakan jabatan dan kedudukannya, karena siapa pun akan memegang jabatan itu hanya sementara yang, kapan saja bisa berganti kepada orang lain.

Mari kita renungkan Firman Allah SWT: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imron : 26), (*)

Wallahu’alam

*) Penulis, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandar Lampung