Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Pentingnya Introspeksi Diri

February 2, 2025 04:23
IMG_20250202_042139

Puji Raharjo Soekarno *)

“كن عند الله خير الناس، وكن عند النفس شر الناس، وكن عند الناس رجلا من الناس”

“Jadilah manusia terbaik di hadapan Allah, jadilah manusia terburuk di hadapan dirimu sendiri, dan jadilah manusia biasa di hadapan sesama.”

HATIPENA.COM – Setiap manusia memiliki keinginan untuk menjadi pribadi yang baik dan dihormati. Namun, dalam proses tersebut, tidak sedikit yang terjebak dalam kebanggaan diri atau terlalu fokus pada penilaian orang lain. Kutipan hikmah di atas memberikan panduan hidup yang seimbang: menjadi yang terbaik di hadapan Allah, selalu rendah hati dalam menilai diri sendiri, dan bersikap wajar dalam kehidupan sosial.

Prinsip ini selaras dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ketakwaan, introspeksi diri, dan interaksi sosial yang baik. Sebagaimana firman Allah:

📖 “إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ”
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)

  1. Menjadi Manusia Terbaik di Hadapan Allah

Allah tidak menilai manusia berdasarkan rupa, jabatan, atau harta, melainkan melalui ketakwaan dan amal shalih. Rasulullah ﷺ bersabda:

🕌 “خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ”
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Ketakwaan bukan hanya diukur dari ibadah ritual, tetapi juga sejauh mana seseorang memberikan manfaat bagi sesama. Menjadi manusia terbaik di sisi Allah berarti terus memperbaiki diri, menjaga keikhlasan, dan berusaha menjadi pribadi yang memberi dampak positif bagi orang lain.

  1. Merasa Hina di Hadapan Diri Sendiri

Seorang Muslim sejati tidak boleh terjebak dalam kesombongan. Ketika seseorang merasa dirinya sudah cukup baik, saat itu juga ia berpotensi jatuh dalam jebakan hawa nafsu. Oleh karena itu, seseorang harus selalu melihat kekurangan diri sebagai motivasi untuk terus memperbaiki diri.

📖 “وَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى”
“Janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia (Allah) yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)

Rasulullah ﷺ pun mengingatkan bahaya kesombongan:

🕌 “لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ”
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebesar biji sawi.” (HR. Muslim)

Merasa diri penuh kekurangan bukan berarti rendah diri atau tidak percaya diri, tetapi sebagai pengingat bahwa setiap manusia masih perlu belajar dan berbenah. Para ulama sufi selalu berkata, “Aku adalah pendosa yang Allah tutupi aibnya.” Sikap ini menjaga seseorang agar tidak terjebak dalam ujub (bangga diri) dan selalu mendekatkan diri kepada Allah.

  1. Bersikap Wajar di Hadapan Manusia

Dalam pergaulan, seseorang tidak perlu merasa lebih tinggi atau lebih rendah dari orang lain. Rasulullah ﷺ adalah pemimpin yang agung, tetapi tetap hidup sederhana dan membaur dengan umatnya. Ketika seorang lelaki datang gemetar di hadapan beliau, Rasulullah ﷺ berkata:

🕌 “هَوِّنْ عَلَيْكَ، فَإِنِّي لَسْتُ بِمَلِكٍ، إِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ تَأْكُلُ الْقَدِيدَ”
“Tenanglah, aku ini bukanlah seorang raja, aku hanyalah anak seorang wanita Quraisy yang biasa makan daging kering.” (HR. Ibn Majah)

Sikap rendah hati dalam interaksi sosial juga ditegaskan dalam Al-Qur’an:

📖 “وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ”
“Rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang beriman.” (QS. Al-Hijr: 88)

Seseorang yang bersikap sederhana dan tidak berlebihan dalam memandang dirinya akan lebih mudah diterima dan dihormati oleh masyarakat. Ia tidak mencari pujian, tetapi juga tidak merendahkan diri secara berlebihan. Prinsip ini menjaga keseimbangan antara kesadaran diri dan interaksi sosial yang sehat.

Kutipan hikmah ini mengajarkan keseimbangan dalam menjalani kehidupan:
✅ Di hadapan Allah: Berusaha menjadi hamba yang bertakwa dan bermanfaat.
✅ Di hadapan diri sendiri: Selalu rendah hati dan terus memperbaiki diri.
✅ Di hadapan manusia: Bersikap wajar, tidak sombong, dan tidak mencari pujian.

Jika prinsip ini diterapkan, seseorang akan menjadi pribadi yang diridhai Allah, dihormati manusia, dan terhindar dari jebakan hawa nafsu.

📢 Mari jadikan hidup ini sebagai ladang amal! Terus berbuat baik, merendahkan hati, dan mendekat kepada Allah.

“Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang terbaik di sisi-Mu, selalu berusaha memperbaiki diri, dan menjadi bagian dari umat yang membawa kebaikan bagi sesama.” Aamiin. (*)

*) Penulis, Alumni PMII, dan Ketua PWNU Lampung