Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Raih Ketenangan dengan Mendekatkan Diri

February 21, 2025 06:41
IMG-20250220-WA0182

H. Makmur A. Syaik, S.Ag., M.Ag *)

HATIPENA.COM – Dalam perjalanan kenabiannya, Nabi Muhammad saw pernah mengalami kegalauan dan kekhawatiran yang mendalam. Hal ini terjadi ketika wahyu dari Allah sempat terhenti dalam kurun waktu yang cukup lama.

Peristiwa ini membuat beliau merasa sedih dan gelisah, terlebih di saat yang sama, ejekan, cemoohan, serta serangan dari orang-orang kafir semakin gencar. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya.

Dalam masa penuh kegelisahan itu, Nabi Muhammad terus berikhtiar dengan mendaki puncak Jabal Nur, berharap wahyu kembali turun di Gua Hira, tempat pertama kali beliau menerimanya. Namun, meskipun berulang kali menanti di sana, wahyu tak kunjung datang.

Di tengah kekhawatiran yang makin memuncak, Allah akhirnya menurunkan wahyu berupa Surah Ad-Dhuha sebagai penghibur sekaligus peneguh hati Nabi.

Wahyu tersebut berbunyi:
“Demi waktu dhuha, dan demi malam yang gelap gulita, sesungguhnya Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak membencimu. Dan sesungguhnya akhir yang baik bagimu lebih baik daripada permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi ridha.” (QS. Ad-Dhuha: 1-5).

Turunnya wahyu ini membawa ketenangan bagi Nabi Muhammad. Beliau semakin yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya. Kesadaran pun tumbuh bahwa terhentinya wahyu sementara waktu adalah bagian dari ujian serta rencana Allah yang lebih besar.

Surah Ad-Dhuha menjadi penghiburan bagi Nabi, menumbuhkan kembali harapan dan keyakinan bahwa Allah selalu menyertainya dalam setiap langkah perjuangan menyebarkan agama Islam.

Hikmah dari Kisah Turunnya Surah Ad-Dhuha

Setiap manusia dalam hidupnya pasti akan menghadapi berbagai masalah yang menimbulkan kesedihan dan kekecewaan. Namun, dari kisah Nabi Muhammad, ketika mengalami keterputusan wahyu, kita dapat mengambil pelajaran berharga tentang bagaimana menghadapi situasi sulit dengan cara yang benar.

Pertama, ketika menghadapi kesedihan dan kegelisahan, maka yang harus dilakukan adalah terus berikhtiar dengan cara yang benar. Nabi Muhammad saw tidak hanya diam dalam kegundahan, tetapi beliau berusaha dengan naik ke puncak Jabal Nur dan berulang kali mendatangi Gua Hira dengan harapan wahyu kembali turun.

Ini mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi masalah, kita tidak boleh menyerah, tetapi harus mencari solusi dengan usaha yang baik dan sesuai dengan tuntunan agama.

Demikian pula dalam kehidupan, ketika menghadapi kesulitan—baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun masalah pribadi—kita harus terus berusaha mencari jalan keluar, tetapi tetap berada dalam koridor kebaikan dan keimanan.

Dan di sinilah Allah akan melihat kesungguhan makhluknya dalam berusaha menghadapi ujian (kesulitan) yang di berikan-Nya. Karena sesulit apa pun masalah itu bagi makhluk, telah di ukur oleh sang pemberi ujian. “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya”… (QS. Al Baqarah : 286).

Kedua, ikhtiar yang dilakukan adalah ikhtiar ilahiyah, yaitu kembali kepada yang memberi ujian melalui surat ad-Dhuha, dimana Allah menurunkan dua waktu yang istimewa buat makhluk untuk mengadukan persoalan hidupnya. Waktu yang dimaksud adalah waktu dhuha dan waktu malam yang gelap gulita.

Waktu Dhuha, saat cahaya pagi mulai menyinari bumi, menjadi waktu yang tepat untuk melaksanakan shalat dhuha. Shalat ini memiliki keutamaan luar biasa, di antaranya sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Allah dan sebagai sebab dimudahkannya rezeki. Rasulullah bersabda: “Dalam tubuh manusia terdapat 360 sendi, setiap sendi harus disedekahi setiap harinya. Maka cukup bagimu dengan dua rakaat shalat Dhuha.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa shalat dhuha adalah bentuk penyucian diri sekaligus investasi spiritual yang mendatangkan ketenangan dan keberkahan dalam hidup.

Begitu pentingnya Nabi menyampaikan kepada umatnya untuk tidak meninggalkan waktu dhuha ini, “Dari Abu Hurairoh ra, beliau berkata ; “Kekasihku (Rasulullah SAW) telah berwasiat kepadaku tentang tiga perkara agar jangan aku tinggalkan hingga mati: Puasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dua rakaat dan tidur dalam keadaan sudah melakukan sholat witir” (HR. Bukhori dan Muslim)

Selanjutnya adalah waktu walam yang gelap gulita, saat dunia menjadi sunyi, adalah waktu terbaik untuk shalat tahajud. Allah menjanjikan bahwa orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan tahajud akan diangkat derajatnya dan diberikan jalan keluar dari kesulitan.

Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu, niscaya Tuhanmu akan mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79).

Shalat tahajud adalah momen terbaik untuk bermunajat, mengadu, dan memohon kepada Allah. Saat semua orang terlelap, mereka yang bangun untuk sujud dan berdoa akan mendapatkan ketenangan dan pertolongan dari-Nya. Rabb kita tabaraka wata’ala turun ke langit dunia pada setiap malam ketika sepertiga malam terakhir tersisa.

Dia berfirman “siapa yang berdoa kepada Ku, pasti Aku kabulkan. siapa yang meminta kepada-Ku pasti aku beri. Dan siapa memohon ampun kepada-Ku, pasti Aku ampuni“ (HR Buhkori, Muslim).

Ketika kita sudah melakukan segala usaha yang benar dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah, khususnya sholat dhuha dan sholat malam, maka jangan pernah ragu, bahwa Allah tidak akan meninggalkan kita. Hal ini ditegaskan dalam Surah Ad-Dhuha: “Sesungguhnya Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak membencimu.” (QS. Ad-Dhuha: 3)

Allah selalu ada untuk hamba-Nya yang bersungguh-sungguh berusaha dan beribadah. Terkadang jawaban atas doa tidak datang seketika, tetapi yakinlah bahwa Allah telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik pada waktu yang tepat.

Keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita akan membawa perubahan besar dalam hidup. Allah tidak hanya menemani kita dalam kesulitan, tetapi juga akan menggantikan kesedihan dengan kebahagiaan, mengganti kehilangan dengan sesuatu yang lebih baik, serta menggantikan rasa kecewa dengan kelegaan dan ketenangan.

Sebagaimana dalam Surah Ad-Dhuha disebutkan: “Dan sesungguhnya akhir yang baik bagimu lebih baik daripada permulaan.” (QS. Ad-Dhuha: 4)

Ini adalah janji Allah bahwa setiap kesulitan akan berakhir dengan kebaikan. Jika hari ini kita diuji, maka besok Allah akan menggantinya dengan hal yang lebih baik selama kita tetap berpegang teguh kepada-Nya.

Saat seseorang menyadari bahwa Allah selalu ada bersamanya, dan bahwa setiap ujian adalah bagian dari rencana-Nya yang penuh hikmah, maka hidup akan terasa lebih damai. Seperti yang dialami Nabi Muhammad setelah menerima wahyu Surah Ad-Dhuha, kegelisahan yang semula beliau rasakan berganti dengan ketenangan dan optimisme.

Demikian pula dalam kehidupan kita, setelah melewati berbagai ujian dengan penuh kesabaran, ikhtiar, dan keyakinan kepada Allah, kita akan merasakan ketentraman dan kebahagiaan. Tidak ada lagi rasa takut atau khawatir yang berlebihan, karena kita percaya bahwa Allah selalu menyiapkan yang terbaik untuk kita. “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi ridha (bahagia).” (QS. Ad-Dhuha: 5)

Kesimpulan, Jika ingin tenang dan bahagia, maka jangan engkau berlari untuk mengejar bahagia, tapi datanglah kepada si pemberi bahagia, maka yakinlah engkau menemukan ketenangan yang sejati. semoga kita semua mendapatkan ketenangan dalam hidup yang singkat ini …. semoga…. walluhu’alam. (*)

*) Kepala Kemenag Kota Bandar Lampung, Wakil Ketua PWNU Lampung