HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Sempurnakan Tawakal dengan Ikhtiar

August 15, 2025 07:02
IMG_20250815_070056

Drs. Makmur, M.Ag
Kepala Kemenag Kota Bandar Lampung

HATIPENA.COM – Pernahkah kita mendengar seseorang berkata, “Sudahlah, serahkan saja semuanya kepada Allah, tak perlu repot-repot berusaha…”? Atau mungkin kita sendiri pernah berpikir, “Kalau sudah takdir, usaha apapun percuma…”? Kalimat seperti itu terdengar seolah penuh iman, tetapi benarkah itu makna tawakal yang diajarkan Rasulullah saw? Apakah tawakal berarti duduk diam, menunggu rezeki jatuh dari langit, tanpa bergerak dan tanpa melakukan apa-apa?

Islam mengajarkan bahwa tawakal dan ikhtiar bukanlah dua hal yang saling meniadakan. Justru keduanya harus berjalan beriringan, bagaikan dua sayap yang membuat burung mampu terbang. Tanpa salah satunya, perjalanan hidup akan timpang. Rasulullah saw pernah memberikan pelajaran indah tentang hakikat tawakal yang sejati melalui sebuah peristiwa sederhana namun maknanya melampaui zaman.

Sore itu, menjelang waktu Ashar, Rasulullah saw bersama para sahabat bersiap menunaikan salat berjamaah. Udara Madinah begitu teduh, seiring lantunan azan yang memanggil hati-hati yang rindu kepada Allah. Masjid Nabawi mulai dipenuhi para sahabat, mereka datang dengan wajah bercahaya, membawa hati yang penuh cinta kepada Sang Pencipta.

Di tengah suasana itu, tampak dari kejauhan seorang lelaki datang tergesa-gesa. Nafasnya terengah, langkahnya terburu-buru. Ia baru saja tiba dengan menunggang seekor unta merah yang gagah, hewan yang di masa itu menjadi simbol kemewahan, layaknya kendaraan mewah di zaman sekarang. Karena takut tertinggal salat berjamaah, ia langsung masuk ke masjid tanpa sempat menambatkan untanya. Unta itu dibiarkan berdiri begitu saja di halaman.

Rasulullah saw yang melihat kejadian itu tersenyum, lalu dengan penuh kelembutan menegur, “Wahai saudaraku, tambatkanlah dulu untamu, kemudian bertawakkallah kepada Allah.” Namun lelaki itu menjawab dengan penuh keyakinan, “Wahai Rasulullah, aku telah bertawakal kepada Allah. Aku serahkan sepenuhnya unta ini kepada-Nya. Jika Allah menghendaki unta ini tetap di sini, maka ia tidak akan pergi. Tapi jika Allah menghendaki hilang, maka meskipun aku tambatkan, ia akan tetap hilang.” Ucapannya terdengar seperti hendak mengajari Rasulullah dan para sahabat yang ada di situ.

Dengan sabar, Rasulullah saw meluruskan pemahaman yang keliru itu. Beliau bersabda, “Ikatlah dahulu untamu, lalu bertawakkallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi). Kalimat sederhana ini menyimpan makna yang dalam. Rasulullah saw mengajarkan bahwa tawakal bukan alasan untuk meninggalkan usaha. Tawakal sejati adalah memadukan kerja keras dengan hati yang berserah diri. Mengikat unta adalah bentuk ikhtiar, sedangkan menyerahkan hasilnya kepada Allah adalah inti tawakal.

Pelajaran ini relevan sepanjang zaman. Ketika wabah Covid-19 melanda negeri kita, kita pun belajar bahwa tawakal harus didahului ikhtiar. Kita tidak hanya berdoa memohon keselamatan, tetapi juga mengambil langkah-langkah pencegahan: menjaga jarak saat salat, membatasi jumlah jamaah, bahkan menunda sementara pelaksanaan ibadah haji. Semua itu dilakukan untuk melindungi jiwa, sebagaimana ajaran maqasid syariah yang memerintahkan kita menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta. Kelima hal ini adalah amanah besar yang harus kita pelihara demi kemaslahatan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.

Tawakal adalah keharusan bagi seorang mukmin, namun ia tidak boleh menghapus kewajiban untuk berusaha. Rasulullah saw mengajarkan bahwa ikhtiar adalah bagian dari iman, dan setiap proses perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan dilihat dan dibalas oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu! Maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin…” (QS. At-Taubah: 105).

Maka, ikatlah “unta” kita — apapun bentuknya dalam kehidupan modern: pekerjaan, amanah, atau usaha yang sedang kita jalani — lalu bertawakkallah kepada Allah dengan sepenuh hati. Karena tawakal yang sempurna selalu diawali dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Dan di situlah letak keseimbangan hidup seorang mukmin. (*)

Wallāhu a‘lam