HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Kisah Pengusiran Terhadap Belanda

May 14, 2025 13:02
IMG_20250514_103759

Oleh: Fathur Rahman Banjangan (Piyantun Sedayu)

Pengusiran terhadap Bangsa Asing khususnya dari Eropa di Pesisir Utara Brang Wetan Tahun 1596 dalam komando Pate Sudayo/Patti Sedayoe (Adipati Sedayu kisaran tahun 1546 )

HATIPENA.COM – Mengenang dan Ambil hikmah akan perjuangan Leluhur Kita dalam Pengusiran Ekspedisi Pertama Belanda ke Nusantara tahun 1596

Nun Jauh 4,25 abad atau 425 tahun yang lalu bertepatan Hari kamis pahing, 5 Desember 1596 M Warga Kadipaten Sedayu (mulai Lohgung, Labuhan, Cumpleng, Pambon, Wide, Sedayu, Brondong, Bethiring, Blimbing, Dadapan, Kandangsemankon, Patjiran, Genting, Tunggul, Kranji, Banjaranjar, Kematren, Bandalegen, Weroe, Dolen, dan Ujung Pangkah) di bawah Adipati Sedayu di Pelabuhan Sedayu (Sedayulawas) dapat mengusir Ekspedisi Belanda yang pertama kali menjelajah Nusantara ini di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.

Armada de Houtman ini terdiri dari 4 kapal yakni: Kapal Amsterdam, Kapal Hollandia, Kapal Mauritius, dan Kapal Duyfken.

De Houtman berada di kapal Mauritius yang diawaki oleh 84 orang dengan 200 muatan yang masing-masing beratnya 2 ton. Kapal Hollandia di awaki oleh 85 orang dengan dengan 200 muatan. Kapal Amsterdam diawaki 59 orang dengan 100 muatan. Sedangkan kapal Duyfken adalah kapal intai tipe kapal panas yang cocok untuk perairan dangkal, di awaki oleh 20 orang dengan 25 muatan. Dan ke 4 kapal tersebut dipersenjatai dengan 100 Meriam. Lebar kapal 5,5 dan panjang 25 m. Ekspedisi mereka disebut The Far East land (pelayaran ke Timur Jauh).

Pada 2 Desember 1596 Ekspedisi de Houtman berlabuh di Pelabuhan Sedayu (Sedayulawas) tepatnya di Pesisir Utara Pulau Jawa bagian Timur. Namun baru 3 hari di sana, mereka diserang oleh pasukan Adipati Sedayu yang kemudian memaksa armada angkat sauh melanjutkan pelayaran ke arah timur. (Arie Saksono dalam De Eerste Expeditie naar INDIË)

Sarkawi B. Husein, DKK (2018), mengungkapkan salah satu pelabuhan yang dikunjungi Armada De Houtman ini adalah Sedayu, di Pelabuhan Sedayu/Perairan Sedayu ini de Houtman kehilangan 12 (dua belas) anak buahnya karena Armada ini terlalu sering melakukan kekasaran-kekasaran terhadap masyarakat pribumi.

Kelakuan de Houtman sendiri yang suka menghina makin memperparah keadaan hingga masyarakat Sedayu dan pasukan Bupati Sedayu membalas perlakuan orang-orang Belanda ini dengan mengusirnya tanpa ampun dari Pelabuhan Sedayu dan Perairan Sedayu. (H.J. Degraff.1949. Geschiedenis van Indonesie, ‘s-Grevenhage:Martinus Nijhoff, hlm.212.

Akhirnya Armada ini terusir ke Perairan Utara Madura dan Sampai juga ke Bali untuk mendapatkan rempah yang dicari. Armada ini kembali ke Belanda pada tahun 1597 melalui jalur Perairan Selatan Pulau Jawa, dengan menyisakan tiga kapal dengan membawa komoditas dari timur khususnya rempah-rempah dalam jumlah besar.

Hal di atas dibenarkan oleh
Eko Jarwanto, 2020 (Sidajoe, hlm. 97-100). Setelah berdagang di Banten dan Jayakarta (Jakarta) mereka menuju ke kota pelabuhan Sidayu. Lokasi kota pelabuhan Sidayu ketika kedatangan pelayaran orang-orang Belanda pada 2 Desember 1596, tentunya masih berlokasi di kawasan kota pelabuhan Sedayu Lawas.

Selama di pelabuhan Sedayu, orang-orang Belanda justru mendapatkan penolakan dan perlawanan dari penduduk setempat pada tanggal 5 Desember 1596.

Penduduk di Kadipaten Sedayu mulai menyerang empat kapal Belanda dengan menggunakan perahu-perahu kecil, mengepung dan menyerang kapal Belanda yang berukuran jauh lebih besar dengan menggunakan senjata tradisional yang dimiliki.

Beberapa bagian kapal Belanda rusak dan 12 orang Belanda juga terbunuh. Pihak Belanda berupaya melawan serangan dengan sekuat tenaga dengan Meriam dari atas kapal besarnya.

Hal ini sesuai dalam catatan sudut pandang sejarawan Belanda (Nerlandhocentris) dikisahkan dengan detil sekali yang terjadi di Kota Pelabuhan Sedayu (Sedayulawas). “…Penduduk Sedayu telah dihasut oleh suruhan orang Banten sehingga mereka bermaksud untuk melawan Belanda.

Pada suatu hari beberapa perahu berisi buah-buahan sampai ke kapal. Setelah awak perahu naik kapal, sekonyong-konyong ada orang mengamuk membunuh beberapa orang.

Tetapi orang Belanda Bersatu, lalu menghalau orang-orang yang mengamuk itu. Maka mereka pun membunuh banyak orang Jawa, selebihnya terjun ke perahunya, tapi perahu itu kebanyakan tenggelam akibat tembakan meriam…(G.J.F. Biegman. Log-Cit, hlm. 56) . Versi Londonya Yach.

Selama 3 hari di Pelabuhan Sedayu dan Kadipaten ini Cornelis de Houtman di duga merampas naskah Serat Sunan Bonang lebih di kenal Het Boek Van Boenang.

Tentang Siapa Bupati Sedayu saat itu apakah Pate Amiza, Pate Bagus, Yusuf Siddiq, Muhammad Yusuf ataukah Pate Sudayo /Patti Sedayoe (Pangeran Lanang Dangiran/Ki Ageng Brondong)?

Dalam catatan Mendez Pinto bahwa setelah terbunuhnya Sultan Trenggono dari Demak, terjadi sengketa antar pemimpin kerajaan di Jawa. Pada akhirnya mereka memilih seseorang bernama “Pate Sudayo” yang merupakan pangeran Surabaya sebagai Kaisar bagi para Raja.

Pate Sudayo dari tempat asalnya di sebut “Pisammanes”, kemudian ke Demak dinobatkan sebagai penguasa atas sebagian Jawa, Madura dan Bali. (Sarkawi B. Husein, 2018. (Sejarah Lamongan dari Masa ke Masa).

H.J. de Graaf menyimpulkan awal bahwa PATTI SEDAYOE atau Pate Sudayo adalah Pangeran Lanang Dangiran atau Ki Ageng Brondong. Sesuai dengan catatan Mendes Pinto dan Catatan lain dari Artus Gisels pada tahun 1622, menyebutkan bahwa Jortan, Gresik, Ujung Pangkah dan Sedayu dalam kuasa pemerintahan Surabaya.

Dalam babad tanah Jawi tahun 1568 saat Pelantikan Hadiwijaya sebagai Sultan Pajang oleh Sunan Giri (Sunan Prapen) di Giri Kedaton dihadiri bupati2 wilayah timur yakni Madura, Sedayu, Lasem, dan Pati. Penguasa Sedayu disebutkan adalah Bupati Sedayu.

Sementara saat pengusiran Cornellis de Houtman dari Pelabuhan Sedayu lawas dalam komando Bupati Sedayu tahun 1596.

Dalam Summa Oriental Tome Pires singgah di Sedayu 2 minggu dan berdialog dengan penguasa Sedayu yakni Pate Amiza dan Pate Bagus tahun 1513.

Sementara Suluk Malangsungsang di masa Pate Unus (1518 – 1521) dan Sultan Trenggono (1521 – 1546) Penguasa Sedayu adalah Muhammad Yusuf bin Yusuf Siddiq (Adipati semasa Sultan Fatah) bin Ali Murtadlo.

Perlu kajian lebih lanjut siapakah Bupati Sedayu yang mengusir Armada Cornellis de Houtman pada hari Kamis pahing, 5 Desember 1596, yang disebutkan Bupati Sedayu yang kedatonnya di Sedayu lawas bukan Sedayu Anyar Gresik. (*)

Waallhu’alam bishawab