Pipiet Senja
Ilustrasi: AI/Hatipena
Inilah korbanmu, wahai bedebah
Seorang nenek tertatih-tatih melangkah pagi ini
menjinjing tabung hijau
membawa asa demi cintanya kepada cucu semata wayang yang telah lama menemaninya di gubuk dukalara
Nun di kejauhan emak dan bapak memungut butiran beras satu demi satu
di perantauan
memeras keringat tanpa resah pasah
demi masa depan buah hati tercinta
Inilah korbanmu, wahai bedebah
sosok renta dalam antrean panjang berjam-jam
tak sempat sarapan
demi menanak nasi kepal dagangannya
di pinggir jalan
Sementara engkau bersipongang di kursi megah dengan tawa bangga merasa telah memutus mata rantai warung pengecer yang dianggap ambil untung dari si melon
engkau semakin pongah demi ambisi meraih pujian
dengan sengaja menginjak jelata
Inilah korbanmu, wahai bedebah
kelaparan, kelelahan berujung pingsan
maka roh pun meninggalkan raga
menuju surga
apakah engkau menyesal, wahai bedebah?
Tiada sesal, tiada ucapan duka cita
nuranimu telah terkunci ambisi
tinggal menanti azab maha perih
yakinlah, Tuhan takkan biarkan pengkhianat bangsa berhati keji sepertimu, bedebah!
Lihat, lihat, lihatlah!
seorang anak muda memeluk nisan nenek tercinta
namun tiada lagi air mata
telah kebal menahan luka hati luka jiwa
berkobar semangat juang empat lima
warisan kakek dan neneknya
usai takzim berdoa
ia berteriak lantang
: Tuhan pasti menghukummu, bedebah!
Depok, 4 Februari 2025