Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Pratama Arhan dan Empat Menit

January 1, 2025 18:21
IMG-20250101-WA0141

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

SI PELEMPAR bola, Pratama Arhan, pernah dielu-elukan sebagai simbol harapan. Kini, ia menutup babak singkatnya di Suwon FC. Satu musim. Dua pertandingan. Empat menit. Itu cukup untuk mengakhiri perjalanan yang dimulai dengan sorak-sorai penuh impian.

Ada sesuatu yang pilu namun indah dalam kisah ini, seolah hidup sendiri tengah menulis sebuah tragedi epik. Arhan datang ke Korea Selatan dengan harapan mengubah takdir, membawa nama Indonesia ke puncak-puncak baru, dan menjawab panggilan sejarah. Kenyataannya, seperti biasa, lebih dingin dan kejam dari prosa mimpi-mimpi.

Empat menit di atas lapangan. Empat menit yang mungkin terasa seperti seumur hidup baginya, atau justru hanya sekejap mata bagi mereka yang tak peduli. Apakah ia berlari dengan semangat membara? Apakah ia menyentuh bola, merasakan denyut harapan dari ribuan pasang mata yang menontonnya? Ataukah ia hanya menjadi siluet, hilang dalam keramaian, tanpa sempat menulis namanya di atas rumput hijau itu?

Namun, ini bukan hanya soal statistik. Tidak hanya soal dua pertandingan, atau empat kali masuk skuad, atau duduk di bangku cadangan sambil menatap hampa ke lapangan. Ini adalah cerita tentang keberanian. Keberanian untuk melangkah ke dunia yang tak mengenalmu, untuk bertarung melawan keraguan, dan untuk bertahan meski angin terus berembus melawan.

Suwon FC, dengan santun namun tegas, mengucapkan perpisahan. “Klub tidak akan melupakan dedikasi para pemain, baik di dalam maupun di luar lapangan.” Sebuah kalimat yang terdengar seperti penghormatan, namun juga sebuah pengingat akan kegagalan. Dedikasi, kata mereka. Tapi apa arti dedikasi tanpa kesempatan?

Arhan tidak sendiri. Ada delapan nama lain yang ikut dilepas. Tapi ia berbeda. Ia membawa beban jutaan doa, membawa mimpi orang-orang yang pernah percaya bahwa dirinya adalah utusan takdir. Kini, dengan langkah yang mungkin terasa lebih berat dari sebelumnya, ia harus pergi, membawa pulang cerita tentang mimpi yang tidak pernah benar-benar menjadi nyata.

Namun, bukankah hidup adalah tentang jatuh dan bangkit kembali? Mungkin empat menit ini hanyalah awalan dari sesuatu yang lebih besar. Mungkin bukan Suwon, bukan K League, bukan Korea Selatan yang menjadi panggung terakhirnya. Mungkin di tempat lain, waktu akan berpihak padanya.

Jika tidak? Jika ini adalah akhirnya? Maka setidaknya, Arhan telah mencoba. Setidaknya ia pernah melangkah keluar dari zona nyaman, menghadapi dunia dengan kepala tegak, dan memberi tahu kita semua bahwa keberanian sejati bukan soal berapa lama kau bertahan di atas lapangan, tapi tentang bagaimana kau berdiri ketika semuanya berakhir.

Empat menit. Hanya empat menit. Tapi di dalamnya, ada sebuah cerita yang akan terus hidup. Sebuah cerita tentang seorang anak bangsa yang menantang batasnya sendiri. Untuk itu, kita berterima kasih.

#camanewak