Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)
Tabik Pun!
HATIPENA.COM – Melacak Akar Budaya dalam Arus Modernisasi
Kabupaten Pesawaran yang terletak di pesisir barat Provinsi Lampung tidak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya potensi alam, tetapi juga menyimpan warisan budaya Lampung yang hidup dan dinamis.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pesawaran, adat dan tradisi Lampung terus mengalir dari generasi ke generasi, meskipun tantangan modernitas makin kuat.
Artikel ini mengeksplorasi bagaimana masyarakat di Pesawaran mempertahankan, menyesuaikan, dan menghidupkan kembali adat serta tradisi Lampung dalam realitas kontemporer.
Melalui pendekatan sosial budaya, kita akan menelaah relasi antara warisan leluhur dan gaya hidup modern yang berkembang saat ini.
- Adat Lampung: Struktur dan Nilai yang Menjadi Penyangga Sosial
Adat Lampung secara umum terbagi dalam dua kelompok besar: Saibatin (berbasis aristokrasi dan hierarki keturunan) dan Pepadun (berbasis demokrasi adat dan musyawarah). Di Kabupaten Pesawaran, keduanya hidup berdampingan di berbagai kecamatan dan desa adat.
Nilai-nilai adat seperti:
• Pi’il Pesenggikhi (harga diri),
• Nengah Nyampur (aktif dalam kehidupan sosial),
• Sakai Sambayan (tolong-menolong), dan
• Nemui Nyimah (keramahtamahan)
…masih menjadi pedoman hidup masyarakat dalam bermasyarakat, bermusyawarah, dan membangun hubungan antarmanusia. Nilai-nilai ini memperkuat solidaritas sosial dan menjadi fondasi pembentukan karakter masyarakat. - Tradisi dan Praktik Sosial yang Masih Terjaga
Di tengah gempuran modernitas, berbagai tradisi adat Lampung masih dilestarikan, meski dengan berbagai bentuk adaptasi:
• Begawi Adat (upacara adat pernikahan): masih dipertahankan dengan unsur simbolik dan filosofi kehidupan.
• Pemberian gelar adat (Juluk-Adok): tetap menjadi bagian penting dalam struktur sosial dan identitas kultural.
• Upacara kelahiran dan kematian: dijalankan secara sederhana, tetapi masih mengandung nilai adat dan spiritualitas.
• Penggunaan pakaian adat tapis dan sarung tenun Lampung: dihidupkan kembali dalam kegiatan budaya dan acara resmi.
Namun, sebagian warga mulai memilih bentuk-bentuk yang lebih sederhana karena keterbatasan biaya dan waktu. Meski demikian, makna simbolis dan semangat adat masih dijaga dengan baik. - Adat di Tengah Modernisasi: Tantangan dan Adaptasi
Modernisasi membawa tantangan besar terhadap pelestarian adat:
• Generasi muda cenderung lebih akrab dengan budaya populer global daripada sejarah adatnya sendiri.
• Bahasa Lampung mulai jarang digunakan di rumah tangga, terutama di keluarga yang telah bercampur dengan pendatang.
• Upacara adat makin komersial, kehilangan unsur spiritual dan filosofisnya.
• Alih fungsi lahan dan perubahan tata ruang berdampak pada lokasi sakral dan rumah adat.
Namun, masyarakat Pesawaran mulai melakukan adaptasi, seperti:
• Memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan adat Lampung.
• Menyelenggarakan festival budaya daerah yang melibatkan pemuda.
• Membangun sanggar budaya dan komunitas belajar adat di beberapa pekon.
• Menggabungkan pelajaran adat dan bahasa Lampung ke dalam pendidikan formal dan nonformal. - Warisan Leluhur sebagai Sumber Pembangunan Kultural
Adat dan tradisi Lampung tidak hanya menjadi simbol warisan, tetapi juga memiliki peran konkret dalam pembangunan sosial dan kultural:
• Menguatkan jati diri dan kepercayaan diri masyarakat dalam menghadapi perubahan global.
• Menjadi alat rekonsiliasi dan mediasi konflik melalui mekanisme musyawarah adat.
• Mendorong pembangunan berbasis komunitas dengan pendekatan nilai-nilai gotong royong dan keadilan sosial.
• Menjadi fondasi etika lokal dalam tata kelola pemerintahan desa dan pelayanan publik.
Dengan memahami warisan budaya sebagai sumber daya sosial, masyarakat Pesawaran dapat menjadikan adat sebagai dasar pembangunan yang manusiawi dan berkelanjutan. - Simbiosis Budaya dan Teknologi: Sebuah Harapan Baru
Meskipun teknologi modern sering dilihat sebagai ancaman terhadap adat, di Pesawaran mulai muncul tren baru di mana budaya dan teknologi justru bersinergi:
• Digitalisasi naskah adat dan dokumentasi sejarah lokal.
• Produksi konten budaya di media sosial seperti YouTube, TikTok, dan Instagram oleh pemuda lokal.
• Pelestarian musik dan tarian tradisional melalui platform daring.
• Pencatatan silsilah keluarga adat secara digital untuk memperkuat identitas.
Dengan pendekatan ini, adat tidak hanya dilestarikan secara fisik tetapi juga secara digital dan konseptual, menjadikannya tetap relevan di era Revolusi Industri 4.0. - Peran Generasi Muda: Antara Warisan dan Gagasan Baru
Generasi muda memiliki posisi strategis dalam merawat warisan dan membangun jembatan dengan zaman modern. Beberapa peran nyata yang dapat dan telah dijalankan antara lain:
• Menjadi kreator konten budaya.
• Menginisiasi komunitas adat berbasis literasi.
• Menjadi juru bicara tradisi di ruang publik.
• Mengembangkan usaha kreatif berbasis budaya seperti kerajinan, fesyen tapis, dan kuliner tradisional.
Dengan pendekatan partisipatif, generasi muda Pesawaran tidak hanya menjadi pewaris, tetapi juga pembaru adat yang progresif dan inklusif.
Adat adalah Arah, Bukan Beban
Eksplorasi adat dan tradisi Lampung di Kabupaten Pesawaran menunjukkan bahwa warisan leluhur bukan penghalang kemajuan, melainkan fondasi yang kokoh untuk membangun masa depan yang berakar pada nilai-nilai luhur dan relevansi lokal.
Kunci keberhasilan pelestarian adat di tengah modernitas adalah:
- Pemahaman mendalam terhadap makna adat, bukan sekadar bentuknya.
- Keterlibatan semua unsur masyarakat – tokoh adat, pemuda, pemerintah, dan akademisi.
- Pemanfaatan teknologi untuk mendokumentasikan, menyebarluaskan, dan merevitalisasi budaya.
Dengan demikian, Pesawaran dapat menjadi contoh bagaimana daerah dengan kekayaan budaya yang mendalam mampu berjalan harmonis di jalur kemajuan zaman, tanpa meninggalkan akar, dan tanpa takut tumbuh menjulang. (*)