Oleh Agung Marsudi
HATIPENA.COM – Beberapa negara yang hidupnya dari laut, dan mesin ekonominya berbasis “oceanomics” telah menjelma menjadi negara maju. Negara kita, negara kepulauan, berbasis laut, nenek moyangnya pelaut, tapi nasib rakyatnya, hanyut oleh pasang surut.
Cita-cita luhur menjadi “poros maritim dunia” pergi entah kemana. Paradoks; negeri kaya laut impor ikan, kaya laut impor garam.
Gelombang besar politik Indonesia, tak mampu menaklukkan gelombang laut negeri ini yang berpotensi menjadi sumber energi dan sumber kekayaan yang tidak ada habisnya.
Awam tak percaya, kalau negara telah dikendalikan oleh “jaringan kepentingan yang beroperasi di balik layar”. Tapi kasus pagar laut, membuka mata bahwa ada “operasi tangan-tangan tak tersentuh”. Mereka yang telah membuang “sauh”.
Domino dominasi para “toke” di pinggir laut, di laut dan di tengah laut, sudah seperti hantu laut. Tak mungkin bisa dilawan hanya oleh para pelaut. Jika demikian, negara gagal mengatasi persoalan-persoalan rakyatnya. Padahal urusan rakyat hanya sebatas perut. Tak ada yang mau, di negeri yang ramah, Pancasila kalah, lalu “lapar perut, berakhir kemelut”.
Kepada para pemangku laut, ada baiknya meluangkan waktu nonton film G.I. Jane, membandingkan keberanian Demi Moore sebagai Letnan Jordan O’Neil, anggota Angkatan Laut Amerika, dengan keberanian nenek moyang kita.
Di laut kita kaya, di laut kita jaya, tapi kedaulatan rakyat tersangkut di pagar laut.(*)
Yogya, 27 Maret 2025