Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Dari Meja Cikini ke Panggung Puisi Negeri

May 5, 2025 09:27
IMG-20250505-WA0021

Puisi Esai L K Ara

HATIPENA.COM – Tiga ketukan jari tak hanya membunyikan meja—ia menggetarkan makna.

Pada Sabtu, 3 Mei 2025 lalu, di sebuah meja makan di Restoran Garuda, Cikini, Jakarta, sejarah kecil kembali ditulis. Rida K. Liamsi, penyair dan pendiri Yayasan Hari Puisi Indonesia (YHPI), mengetukkan jarinya tiga kali. Sebuah isyarat simbolis, tapi penuh makna: pengurus baru YHPI periode 2025–2030 resmi terbentuk.

Momen itu menjadi inspirasi bagi puisi esai ini. Sebuah penghormatan untuk para “relawan puisi” yang memilih berjalan di jalur sunyi—membangun, menjaga, dan menghidupkan puisi, walau belum bisa hidup dari puisi itu sendiri.

Selamat bertugas, para penggerak kata.
Semoga langkahmu dari Cikini menembus seluruh penjuru negeri.

Tiga ketukan jari di meja
bukan sekadar bunyi kosong yang menggema—
itulah isyarat lahirnya kembali
cinta pada puisi yang tak ingin mati.

Di Restoran Garuda, Cikini, Jakarta,
di tengah aroma rempah dan gema sejarah,
Rida K. Liamsi mengetuk meja
seperti mengetuk pintu masa depan puisi kita.¹

“Pak Maman S Mahayana telah menuntaskan dua periode,” katanya,
seolah hendak mengatakan,
setiap tongkat estafet mesti berpindah tangan
agar perjalanan tak hanya sekadar kenangan.

Dengan wajah penuh harapan,
pengurus baru ditunjuk, bukan sekadar nama dalam catatan,
tapi relawan sunyi yang siap menyalakan obor
di lorong-lorong senyap budaya yang kian terpinggirkan.

Mereka bukan politisi, bukan pula pejabat
tapi pejuang aksara yang memanggul berat
makna dari setiap bait—
karena bagi mereka, puisi bukan pelarian, tapi jalan hidup yang sempit.

Asrizal Nur kini jadi nakhoda baru
menyusun layar, menantang badai waktu
dengan kru yang telah lama ditempa
oleh perjalanan sunyi, oleh dedikasi yang setia.²

Ada Danny dan Bastian di sisi kiri-kanan
Sofyan dan Willy menata naskah masa depan
Ewith dan Putri menjaga perbendaharaan harapan
agar tak tergerus oleh waktu yang tak ramah pada impian.

Lalu datanglah program-program unggulan
tak hanya selebrasi, tapi juga perjuangan:
mengajukan Chairil Anwar sebagai Hari Puisi Resmi
sebab siapa lagi kalau bukan Chairil, penyair yang tak mati-mati?³

Anugerah Sastra pun harus terus diberi
karena puisi bukan hanya untuk dinikmati,
tapi juga dihargai—
sebagai tanda bahwa kata-kata tak pernah sia-sia ditulis di malam sunyi.

Dewan Pembina, Dewan Penasehat, Dewan Pengawas,
bukan sekadar nama yang tertera jelas
tapi benteng yang menjaga agar puisi tetap waras
di tengah dunia yang makin komersil, makin membekas.

“Hidupkanlah puisi, karena kita belum bisa hidup dari puisi,”
kata Rida dengan nada lirih tapi pasti—
sebuah kalimat yang terdengar seperti nasihat bijak
dan juga cambuk bagi siapa pun yang merasa nyaman duduk di bangku penggerak.⁴

Maka berdirilah kalian, Relawan Puisi,
jangan hanya menulis di lembaran sepi
tapi jadilah bara
yang menghangatkan makna
di negeri yang makin jauh dari suara nurani.

Tiga ketukan jari di meja
adalah janji.
Bahwa selama kata-kata masih bernyanyi,
Indonesia tak akan kehilangan denyut puisi.

Catatan Kaki:
1. Rida K. Liamsi: Penyair, pendiri Yayasan Hari Puisi Indonesia (YHPI), mengetuk meja tiga kali sebagai tanda resmi pembentukan pengurus baru YHPI periode 2025–2030 pada 3 Mei 2025 di Restoran Garuda, Cikini, Jakarta.
2. Asrizal Nur: Penyair dan budayawan yang ditunjuk sebagai Ketua YHPI 2025–2030, menggantikan Maman S. Mahayana yang telah menjabat dua periode sebelumnya.
3. Chairil Anwar: Tokoh sentral dalam sejarah puisi modern Indonesia, tanggal lahirnya (26 Juli) diusulkan oleh YHPI untuk ditetapkan secara resmi sebagai Hari Puisi Indonesia oleh pemerintah.
4. “Hidupkanlah puisi…”: Ucapan Rida K. Liamsi dalam sambutannya yang menyiratkan semangat pengabdian—bahwa walau puisi belum menjamin penghidupan, ia tetap layak diperjuangkan.