Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Buah Kesabaran

April 26, 2025 09:26
IMG_20250426_094620

Seleksi Cerpen Mei

Warsit MR

HATIPENA.COM – Seperti apa rasanya bila seseorang sedang kejatuhan uang miliaran  rupiah? Tentu tak bisa terbayangkan. Mungkin banyak orang tak percaya, karena itu dianggap sesuatu yang tidak wajar, atau hal itu hanya ada dalam mimpi saja. Tetapi kali ini menjadi sebuah kenyataan. Fathurahman benar-benar “kejatuhan” uang yang jumlahnya cukup fantastis, empat belas miliar rupiah. Uang itu bukan diperoleh dari judi online apalagi korupsi, tetapi dari buah kesabaran.

Tiga puluh enam tahun yang lalu Fathurahman –dipanggil Fathur– bersama kakak dan dua orang adiknya, mendapat warisan berupa tanah tambak. Warisan itu berasal dari Haji Ahmad Darojad, ayahnya. Masing-masing mendapat bagian dua setengah hektar, kecuali Panji, anak pertama, yang mendapat bagian lebih.

Tidak memerlukan waktu terlalu lama, setelah pembagian tanah waris itu kakak dan adik-adik Fathur menjual bagian masing-masing. Berbeda dengan Fathur, ia dengan sabar mengelola tambaknya. Sebagian dikelola sendiri dan sebagian lagi disewakan kepada orang lain dengan cara bagi hasil. Kebetulan tambak Fathur cocok untuk memelihara ikan bandeng maupun udang.  

“Bila suatu saat nanti situasi memaksa kamu untuk menjual tambak, agar uangnya dimanfaatkan untuk naik haji. Kemudian sebagian untuk usaha yang bisa mendapatkan penghasilan yang lumintu, bisa diwariskan untuk anak dan cucu.” Pesan almarhum ayahnya itu tiba-tiba melintas kembali di benak Fathur, ketika dirinya sedang memancing sembari merenung di pinggir tambaknya.

Pikiran Fathur sempat gundah setelah rumahnya didatangi karyawan PT Padma Persada. Karyawan tersebut sempat menanyakan, tentang keberadaan tambak miliknya. Secara kebetulan tambak yang dimaksud berada berdampingan dengan PT Padma Persada yang bergerak di bidang real estate. Tetapi saat itu Fathur belum memberikan jawaban yang pasti, dirinya minta waktu untuk konsultasi dengan isteri dan saudaranya. Dalam kesempatan itu mereka saling bertukar nomor ponsel untuk komunikasi lebih lanjut.

Setelah cukup lama mempertimbangkan, pikiran Fathur sudah bulat untuk menjual tambaknya. Dia semakin semangat karena sudah disetujui isteri serta kakaknya. Kemudian Fathur mencari informasi tentang harga pasaran tanah di lokasi yang berdekatan dengan tambak tersebut. Selain itu juga mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional setempat untuk memastikan keberadaan sertifikat yang dimilikinya. Dari hasil pengecekan diketahui sertifikat tambak milik Fathur tidak bermasalah. Bahkan Pajak Bumi dan Bangunan tahun berjalan juga sudah dibayar lunas.

Sejak tahun 1988, PT Padma Persada yang bergerak di bidang pengembang perumahan mulai melirik kawasan Tambakmulyo. Mengawali dengan membeli puluhan hektar tambak dengan harga yang sangat murah. Dari tahun ke tahun PT Padma Persada berkembang cukup pesat. Sehingga tambak milik warga di sekitarnya, nyaris habis dikuasainya. Seiring dengan berjalannya waktu, harga tambak di kawasan tersebut terus membubung tinggi.

Tambak milik Fathur yang luasnya dua setengah hektar, letaknya berdekatan dengan PT Padma Persada. Tak pelak tambak tersebut menjadi incaran PT Padma Persada. Untuk perluasan pembangunan perumahan ke depan, PT Padma Persada semakin gencar melakukan ekspansi. Sudah ratusan hektar tambak milik warga berhasil dibeli. Pada suatu hari Fathur dikontak untuk hadir di kantor pemasaran PT Padma Persada. Gayung bersambut, Fathur langsung mengajak kakaknya untuk mendatangi kantor tersebut.

“Jadi tambak milik Pak Fathur itu ada berapa hektar?” tanya Pak Irawan, Kepala bagian pengembangan.

“Ada dua setengah hektar, Pak,” jawab Fathur.

“Ada sertifikatnya?”

“Ada Pak, sertifikat hak milik atas nama saya sendiri.”

“Apakah sertifikatnya dibawa?”

“Saya bawa Pak, ini sertifikatnya.”

Fathur menunjukkan sertifikat yang dimaksud. Setelah Pak Irawan memeriksa sertifikat dan terbukti keasliannya, lalu minta foto kopiannya.
“Baik Pak Fathur, apa bisa saya minta kopiannya?”

“Maaf Pak, saya tidak membawa  kopiannya.”

“Kalau begitu apa boleh saya fotokopi di kantor ini?”

“Silakan Pak, yang penting hanya untuk keperluan kita saja.”

Setelah proses pengecekan sertifikat yang asli, fotokopi dan berkas Pajak Bumi dan Bangunan selesai, Pak Irawan meminta waktu beberapa minggu. “Untuk sementara cukup demikian dulu, nanti lebih lanjut akan saya kabari.”

“Baik Pak, saya menunggu informasi lebih lanjut.”

Fathur mulai gelisah dan harap-harap cemas menunggu kabar dari Pak Irawan. Sempat membayangkan uang miliaran rupiah hasil dari penjualan tambak itu benar-benar jadi miliknya.

“Dik Sumidah, nanti kalau tambak kita laku terjual mau untuk beli apa?” tanya Fathur kepada isterinya.

“Emang kira-kira tambak kita akan laku dijual berapa, Mas?”

“Kalau dua setengah hektar kita jual semua, mungkin sampai puluhan miliar lebih, Dik.”

“Banyak juga, ya!”

“Besok akan saya tawarkan kepada PT Padma Persada enam belas miliar.”

“Semoga saja PT Padma Persada mau membeli sejumlah itu ya, Mas,” jawab Sumidah penuh harap.

“Kalau tambaknya laku terjual, kita gunakan untuk biaya naik haji gimana, Mas?”

“Saya sangat setuju dengan usulanmu itu Dik, memang wasiat dari Bapak dulu seperti itu. Mudah-mudahan rezeki dari Allah nanti benar-benar barokah dan menjadi kenyataan.”

Sumidah mengangguk-angguk mendengar penuturan suaminya.

“Selain itu saya punya rencana, sebagian dana akan kita masukkan ke deposito, dan sebagian lagi untuk usaha rental mobil,” lanjut Fathur.

“Tapi kalau mau usaha rental mobil perlu dipikir ulang, Mas. Sekarang ini banyak informasi usaha rental mobil menjadi sasaran penipuan.” Sumidah memperingatkan suaminya.

“Baik kalau begitu Dik, yang pasti sebagian dana itu nanti, juga untuk biaya membangun rumah kita.”

Setahun sudah proses tawar menawar tambak antara PT Padma Persada dengan Fathur belum ada kesepakatan. Penawaran cukup alot. Fathur menawarkan tambaknya dengan harga Rp 16 miliar. Sementara pihak PT Padma mengajukan penawaran pertama Rp 11 miliar.

Transaksi tawar menawar tambak milik Fathur dari waktu ke waktu semakin intens. Fathur merasa perlu minta pertimbangan kepada kakaknya. Kemudian Panji memberi saran, agar harganya diturunkan dengan tujuan supaya bisa dicapai titik temu dari kedua belah pihak.

“Kalau saya minta harga lima belas miliar gimana menurut Mas Panji?” Fathur minta pertimbangan kepada kakaknya.

“Pada prinsipnya saya tidak ingin ikut campur dalam menentukan harga, semuanya terserah kamu.” jawab Panji diplomatis.

“Baik kalau begitu, Mas. Saya akan coba tawarkan dengan harga lima belas miliar.”

Akhirnya pihak PT Padma Persada menawar empat belas miliar. Setelah dipertimbangkan dengan matang Fathur pun menyetujui. Kedua belah pihak sepakat, tambak seluas dua setengah hektar milik Fathur dibeli PT Padma Persada dengan harga empat belas miliar rupiah. Namun dengan catatan, PT Padma meminta sebagian transaksi dengan cara tukar guling.

“Sepuluh miliar kami bayar tunai, sedangkan yang empat miliar kami tukar dengan sebidang tanah pekarangan milik PT Padma Persada. Bagaimana Pak?” tanya Pak Irawan.

Fatur tidak segera menjawab.

“Luasnya 800 meter persegi, terletak di kawasan Tambakmulyo,” ujar Pak Irawan lagi.

“Apa tidak bisa dibayar penuh, Pak?”

“Itu sudah menjadi keputusan perusahaan.”

“Kalau begitu saya minta waktu untuk pikir-pikir dulu!”

Awalnya Fathur merasa keberatan. Ia berharap empat belas miliar itu dibayar dengan uang tunai. Namun setelah minta pertimbangan isteri dan kakaknya, Fathur pun menyepakati. Fathur punya keinginan, sebagian tanah pekarangan dari hasil tukar guling itu nantinya akan diwakafkan kepada sebuah yayasan agar dibangun sebuah masjid.

Kabar Fathur menerima uang empat belas miliar menyebar dengan cepat. Warga Tambakmulyo gempar, nama Fathur menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Di antara warga bahkan ada yang mengatakan keluarga Fathur sedang “kejatuhan” uang empat belas miliar.

Fathur sebagai karyawan pabrik yang keluarganya hidup dengan sederhana itu, seakan tidak percaya bahwa dirinya akan menjadi OKB alias Orang Kaya Baru. Meski demikian ia tidak menunjukkan sikap yang berlebihan. Bahkan tidak tersirat sikap kesombongan pada dirinya.

Setelah mendengar kabar Fatur menerima uang miliaran rupiah, kedua adiknya tidak tinggal diam. Mereka menuntut bagian, meski secara hukum tidak berhak untuk menuntut apa pun. Karena mereka masing-masing sudah mendapat bagian warisan yang sama. Tetapi tetap saja mereka ngotot untuk minta bagian. Terhadap kedua adiknya Fathur menjelaskan secara panjang lebar tentang asal muasal tambak yang ia jual. Sebenarnya kedua adiknya sudah mengetahui tentang masalah itu. Tetapi karena ada rasa iri, tetap saja keduanya minta bagian.  

Fathur pun berlaku bijak terhadap kedua adiknya. Ia tak mau memutuskan hubungan keluarga gara-gara warisan. Agar permasalahan tidak berkepanjangan, Fathur ihklas memberi sebagian kecil dari uang hasil penjualan tambak kepada kedua adiknya. Sebagai miliarder baru Fathur merasa bersyukur. Sebagai wujud rasa syukur, Fathur menepati wasiat dari almarhum ayahnya untuk menunaikan ibadah haji.

Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anaknya siap menunaikan rukun Islam yang kelima. Fathur memilih program haji plus dengan pertimbangan daftar tunggunya lebih singkat. Fathur pun membayar lunas biaya haji untuk satu keluarganya. Mereka tinggal menunggu jadwal keberangkatan saja. Fathur sekeluarga akan terbang menuju Baitullah tiga tahun yang akan datang.***
Semarang, 9 Januari 2025

*Cerita ini diangkat dari kisah nyata, peristiwanya sekitar bulan November 2024. Lokasi terjadi di sebuah perkampungan tambak